Mediaumat.info – Pemerkosaan penunggu pasien yang dilakukan oleh Priguna Anugerah, dokter residen anestesi PPDS FK Unpad di RSHS Bandung, dengan modus membius korban sebelum dirudapaksa di rumah sakit tersebut, menurut Direktur Siyasah Institute Iwan Januar semakin menambah sempitnya ruang aman bagi perempuan.
“Kejadian ini menambah sempitnya ruang aman untuk perempuan. Apalagi rumah sakit, klinik, dsb, adalah tempat yang posisi perempuan rentan alami kejahatan seksual. Terutama kasus yang dialami pasien periksa kandungan/ibu hamil, amat rawan alami intimidasi atau pelecehan seksual. Mereka awam tentang teknis pemeriksaan kesehatan, selain juga takut untuk beri perlawanan,” tuturnya kepada media-umat.info, Jumat (18/4/2025).
Mestinya, kata Iwan, para pekerja di bidang medis profesional dan terikat dengan kode etik kedokteran. “Rangkaian kejadian ini membuat posisi perempuan makin tidak aman,” tegasnya.
Kejadian ini makin menambah panjang daftar modus pemerkosaan. Iwan menyebut, ada beberapa alasan yang membuat makin beragamnya modus pemerkosaan. Pertama, stimulan terhadap libido seksual semakin meruyak. Orang bisa akses dengan gampang di dunia maya, terutama media sosial.
Lalu, bebernya, ada kesempatan untuk melakukan itu dengan memanfaatkan profesi dan relasi kuasa. Kejahatan seksual dengan pelaku tenaga kesehatan seperti dokter itu punya peluang besar untuk melakukan tindakan keji itu. Pasien yang perempuan rata-rata awam dan tidak berani untuk protes atau berontak.
“Sementara itu pemerintah lebih fokus pada tindakan kuratif ketimbang preventif. Padahal kejahatan seksual ini sumbernya dari stimulan yang makin banjir di tanah air,” ujarnya.
Kedua, sanksi sering kali ringan. Pakar hukum dari UI Profesor Loebby Loqman menyitir kalau pengadilan sering menjatuhkan sanksi minimalis pada para pelaku. “Kenapa? Karena ada anggapan ini adalah persetubuhan, bukan sebuah kekerasan,” katanya.
Solusi Tuntas
Solusi tuntas dari masalah ini, menurut Iwan, adalah perubahan sistem sosial dan hukum secara menyeluruh.
“Kita mau bilang apa tentang aturan sekarang? Sudah rusak! Umat Muslim harus semakin yakin kalau hanya Islam yang beri perlindungan dan keamanan yang menyeluruh pada semua warga, terutama perempuan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, kata Iwan, ada tindakan preventif dalam Islam, dan ada sanksi keras sebagai tindak kuratif. Korban dilindungi, pelaku dijerat sanksi jilid seratus kali bila kategorinya ghayr muhshan (belum menikah). Tapi untuk yang muhshan/sudah menikah akan dijatuhi rajam sampai mati.
“Bahkan pelaku bisa dijatuhi sanksi tambahan bila korban alami penculikan, penganiayaan, pemberian obat bius/narkoba atau minuman keras, dan perampasan harta benda. Bisa berlipat-lipat itu sanksinya,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat