Penugasan Kepala Intelijen Untuk Membentuk Pemerintahan di Irak

Pada tanggal 4 April 2020, Presiden Irak, Barham Ahmed Salih, mengumumkan penugasan Kepala Intelijen Irak Mustafa Al-Kazemi untuk membentuk pemerintah, setelah Adnan Al-Zurfi tidak dapat membentuk pemerintah sebulan setelah penugasannya. Dan sebelumnya, Muhammad Tawfiq Allawi juga gagal membentuk pemerintahan. Hal itu setelah berbagai aksi protes yang memaksa Perdana Menteri Adil Abdul Mahdi untuk mengundurkan diri setahun setelah ia membentuk pemerintah. Presiden Republik Irak menolak untuk menugaskan gubernur Basra, Asaad Al-Eidani, kandidat kepala blok parlemen terbesar, karena para pemrotes menolaknya.

Mustafa Al-Kazemi bekerja sebagai oposisi rezim Saddam di luar negeri, dan dia dituduh memiliki hubungan dengan Amerika. Kalau tidak, tentu dia tidak akan menjadi kepala intelijen Irak yang dikelola AS. Karena itulah banyak kelompok menolaknya. Al-Kazemi sebelumnya bekerja sebagai penulis dan direktur divisi Irak di situs web Amerika “Monitor”. Dia juga bekerja sebagai pemimpin redaksi majalah mingguan yang diterbitkan oleh sebuah institusi di Sulaymaniyah yang berafiliasi dengan Barham Salih sendiri, yaitu antara 2010 dan 2011. Sebab itulah ia dipromosikan oleh sejumlah organisasi media dan namanya diusulkan dari waktu ke waktu.

Berbagai kelompok politik telah mulai menunjukkan dukungan mereka kepadanya, yang berarti bahwa peluangnya untuk membentuk pemerintahan menjadi lebih besar. Tampaknya semua kandidat untuk membentuk pemerintahan berafiliasi dengan Amerika, seperti yang disebutkan ketika ditugaskan untuk membentuk pemerintahan. Mereka sama seperti orang-orang sebelumnya yang membentuk pemerintahan sejak pendudukan Amerika di Irak. Sebab Amerika yang memegang tampuk urusan di negara itu. Namun ridha tidaknya rakyat mempertimbangkan afiliasinya dan sejauh mana keterlibatannya dalam korupsi dan pembunuhan. Di mana Irak hidup dalam siklus konflik internal, korupsi yang meluas, pembunuhan, dan kehancuran yang diciptakan oleh Amerika, sehingga Irak tetap lemah dan sibuk dengan semua ini, dan itu tidak bisa menjadi titik fokus untuk pembebasan dari kolonialisme Amerika dan Barat. Jadi di sinilah pentingnya menegakkan Khilafah Rasyidah untuk mengembalikan kejayaannya, karena Irak pernah menjadi pusat kekhalifahan selama enam abad (hizb-ut-tahrir.info, 12/4/2020).

Share artikel ini: