Pentingnya Mengambil Pemimpin dalam Rangka Mendekatkan Diri kepada Allah

Mediaumat.id – Penulis Buku Pemimpin Langit: Kitab Induk Para Pemimpin Hebat Syamsuddin Ramadhan an-Nawiy menyatakan pentingnya mengambil pemimpin yang berfungsi untuk menjaga agama dan mendekatkan diri kepada Allah.

“Masalah kepemimpinan dalam Islam merupakan masalah penting, wajib mengambil pemimpin sebagai urusan agama dan mendekatkan diri kepada-Nya dalam urusan kepemimpinan dengan mentaati-Nya dan mentaati Rasul-Nya termasuk seutama-utamanya mendekatkan diri,” ungkapnya dalam Kajian Muslimah Komunitas Keluarga Sakinah: Bedah Buku ‘Pemimpin Langit’, Ahad (10/09/2023) di Depok.

Menurutnya, ketika membahas masalah kepemimpinan maka sesungguhnya haruslah merujuk kepada agama Islam karena dalam Islam makna al-imamah adalah menjalankan semua perintah Allah yang berdasarkan Al-Qur’an, juga untuk melanjutkan kepemimpinan Rasulullah SAW yang diutus untuk seluruh umat manusia.

Ia pun mengutip pernyataan Imam al-Ghazali dalam kitab Al-Iqtishad fi al- I’tiqad, “Agama dan kekuasaan adalah dua saudara kembar… Agama adalah pondasi (asas) dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak punya pondasi niscaya akan roboh dan segala sesuatu yang tidak memiliki penjaga niscaya akan musnah.”

“Maka dari itu dalam Islam masalah kepemimpinan adalah masalah agama, pemimpin bukan hanya memimpin urusan dunia saja tetapi menjaga agama,” bebernya di hadapan puluhan ibu-ibu.

Ia menjelaskan, Rasulullah SAW sebagai rujukan untuk kepemimpinan. Selain sebagai utusan Allah dalam menyampaikan wahyu Allah kepada umatnya, juga sebagai pemimpin yang di tangannya negara Islam ditegakkan, seluruh syariah-Nya dijalankan dan menempatkannya sesuai dengan hak-haknya.

“Kepemimpinan adalah tugas tentang pengaturan bukan hanya tentang kekuasaan yang otoriter, seorang pemimpin harus sanggup memikul tugas kepemimpinan. Dalam hal ini tidak hanya sekadar takwa, bukan semata-mata menjalankan hukum-hukum Allah dan Rasul-Nya, Namun ia juga haruslah kuat, kuat akal dan nafsiyahnya,” bebernya.

Menurutnya, kuat secara akal, yakni kuat fisik. Kuat pemikirannya, tidak boleh bodoh dan kuat terhadap berbagai godaan atas kepemimpinannya.

Pasalnya, jelasnya, pemimpin harus memiliki kesadaran akan berbagai urusan dan interaksi agar ia mampu mewujudkan kemaslahatan di tengah-tengah orang-orang yang dipimpin dan menghindarkan mereka dari kemafsadatan.

Sedangkan kuat nafsiyah, yakni, jelas Syamsuddin, jiwanya haruslah kuat, terhindar dari sifat-sifat buruk, apalagi dzalim,

“Artinya, pemimpin seharusnya memiliki kekuatan jiwa yang mampu mencegahnya dari sifat-sifat buruk kepemimpinan (otoriter, memanfaatkan kekuasaan dan melakukan tindak penyimpangan),” tambahnya.

Ia pun menegaskan, pemimpin haruslah berlaku lembut, artinya mampu merespons masalah, memberikan solusi dan mengambil keputusan yang tepat, cepat, dan akurat dalam mengeksekusi keputusan.

Sebagai penutup, ia mengajak para Muslimah bersama-sama berjuang agar agama Islam mampu menjadi rahmatan lil alamin, umat Islam haruslah mempunyai pemimpin yang mampu menegakkan agama sesuai dengan hak-haknya, dan janganlah sekali-kali memisahkan diri dari Al-Qur’an.

Menurutnya, pentingnya masalah kepemimpinan dalam Islam untuk mengatur urusan manusia termasuk dalam kewajiban agama yang paling agung, sebagaimana Sabda Nabi SAW, ‘Jika tiga orang keluar dalam safar, hendaknya mereka mengangkat seorang dari mereka sebagai pemimpin.’[] Sari Liswantini

Share artikel ini: