Pentagon Membebani Perusahaan Untuk Mengekspor Seribu Lebih Rudal Ke Arab Saudi

 

Departemen Pertahanan AS (Pentagon) mengumumkan bahwa pihaknya telah memberikan kepada perusahaan Amerika “The Boeing Company” dua kontrak senilai lebih dari dua miliar dolar untuk memasok lebih dari seribu rudal udara-ke-permukaan dan rudal anti-kapal ke Arab Saudi. Seminggu yang lalu, pemerintah Amerika mengkonfirmasi laporan pers bahwa Washington sedang dalam proses menarik dua baterai rudal Patriot dari Arab Saudi yang mereka kirim setelah serangan terhadap instalasi minyak Saudi tahun lalu, di samping pesawat tempur AS dan personel militer (aljazeera.net, 14/5/2020).


Pertama: Menteri Keuangan Saudi Muhammad al-Jadaan mengumumkan pada akhir Maret 2020 bahwa pengeluaran publik dipotong sekitar 13,3 miliar dolar, karena jatuhnya harga minyak dan dampak negatif dari krisis Corona, serta dilakukan pemotongan lainnya untuk belanja publik pada Mei 2020, mengingat prospek kontraksi ekonomi Arab Saudi sebesar 2,3 persen.

Terjadi defisit pada kuartal pertama tahun ini sekitar 34 miliar riyal, seiring penurunan pendapatan publik sekitar 22 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, karena pengeluaran publik meningkat selama periode perbandingan sebesar 4 persen, dan yang mengejutkan pada angka-angka detail anggaran Saudi untuk kuartal pertama tahun 2020, adalah pengeluaran militer meningkat 6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu! Namun, hal yang paling berbahaya adalah penurunan pengeluaran untuk kesehatan dan pembangunan (sosial) sebesar 13 persen, padahal Kerajaan tengah menghadapi beban kesehatan di bawah bayang-bayang Corona, sementara indeks utang publik mencapai 732 miliar riyal (195 miliar dolar) pada akhir Maret 2020 (aljazeera.net, 7/5/2020).

Kedua: Di bayang-bayang penderitaan di kawasan itu dari kabut parah tentang keamanan, stabilitas ekonomi dan politik, Arab Saudi mengumumkan proyek NEOM, dengan investasi yang diperkirakan mencapai  500 miliar dolar.

Ketiga: Implikasi dari hal ini bagi rakyat: Pengeluaran untuk rakyat turun menjadi 3,4 miliar riyal dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, dan tingkat penurunan dalam periode perbandingan adalah 66 persen, sedang pengeluaran untuk tunjangan hidup menurun 25 persen pada periode yang sama. Sementara itun diketahui bahwa pemerintah memberlakukan sejumlah pajak, dengan menaikkan pajak pertambahan nilai dua kali lipat, juga menghentikan biaya tunjangan hidup yang ditetapkan sebelumnya dari gaji pemerintah, mencabut subsidi, serta menaikkan harga barang dan jasa.

Keempat: Arab Saudi mengubah kebijakan keuangan dengan mengadopsi pembiayaan dari utang, baik untuk menutupi defisit anggaran atau pembiayaan investasi publik. Kami telah banyak mendengar tentang rasio utang publik dengan produksi lokal, dan bahwa bekerja sesuai dengan prinsip keberlanjutan utang memberi Arab Saudi akses ke lebih banyak utang dalam dan luar negeri. Prinsip keberlanjutan utang ini artinya bahwa negara dapat membayar beban utang, seperti cicilan dan bunga secara teratur tanpa penundaan, atau ketidakmampuan untuk membayar. Padahal kurangnya visi atau jadwal yang jelas untuk penginvestasian dan pembayaran utang-utang ini, mengancam akan membebani utang-utang ini kepada masyarakat dan generasi mendatang. Menurut dokumen Kementerian Keuangan, jumlah utang publik adalah 142,2 miliar riyal pada akhir 2015, atau 5,8 persen dari produk domestik bruto (PDB), yang merupakan utang domestik saja. Pada akhir 2019, total utang menjadi 677,9 miliar riyal, atau 24,1 persen dari PDB. Meningkatnya utang publik lebih dari empat kali lipat selama periode ini, hal itu terkait besarnya atau hubungannya dengan PDB. Hutang luar negeri kini mencapai 45 persen dari total utang. Pada tahun 2020, besarnya utang publik mencapai 848 miliar riyal, meningkat 25 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Kelima: “Jika suatu urursan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya.” Pada tahun 2018, Masayoshi Son, presiden SoftBank Group Jepang mengungkapkan bagaimana ia meyakinkan putra mahkota Saudi, Muhammad bin Salman, untuk menginvestasikan 45 miliar euro di “SoftBank Vision Fund”untuk teknologi. Dalam sebuah wawancara televisi pada program Amerika The David Rubenstein Show (Bloomberg TV). Host bertanya kepada Masayoshi Son bagaimana ia berhasil membujuk Muhammad bin Salman untuk menginvestasikan 45 miliar dolar dalam satu jam. Son meralat perkataan host yang terakhir, dengan mengatakan, “perkataanmu satu jam tidak tepat, sebab saya hanya butuh 45 menit saja, saya meyakinkannya tentang 45 miliar dolar.”

Pada tahun 2016, selama wawancara dengan majalah “Bloomberg” pada bulan April, Kepala Penasihat Keuangan Pangeran Muhammad bin Salman berbicara tentang kenyataan suram bahwa negara ini menghabiskan 100 miliar dolar per tahun dalam bentuk pengeluaran tahunan yang tidak efektif dan transaksi bisnis yang tidak jelas. Ia menambahkan bahwa situasi ini akan memburuk “pada 2017” kecuali jika langkah besar diambil untuk mengubah jalannya acara.

Menurut informasi yang dikumpulkan oleh Security Assistance Monitor (SAM), bahwa Amerika Serikat telah membuat kontrak unutk persenjataan dan pelatihan dengan Saudi senilai 54,13 miliar dolar, dan sekitar 14 miliar dolar dengan UEA sejak dimulainya perang di Yaman.

Agresi terhadap Yaman itu menyebabkan “hancurnya 173 bangunan universitas, 1.336 masjid, 357 tempat wisata, serta 385 instalasi rumah sakit dan pusat kesehatan. Sementara jumlah perusahaan ekonomi yang hancur dan rusak sebagai akibat dari agresi mencapai 21.461 pusat ekonomi, 351 pabrik, 286 kapal tanker bahan bakar, 10.910 pusat perdagangan, 394 peternakan ayam dan peternakan hewan lainnya. Selain itu agresi telah menghancurkan 6.404 kendaraan transportasi, 459 kapal penangkap ikan, 866 toko makanan, 387 pompa bensin, 668 pasar, dan 736 truk makanan.”

Namun, bukannya menghentikan perang di Yaman, yang memiliki tagihan di atas 175 juta dolar per bulan; bukannya menghentikan pemborosan uang yang dihabiskan untuk keluarga kerajaan, misalnya, penjualan satu juta barel minyak per hari (sepersepuluh dari apa yang diproduksi kerajaan) dialokasikan untuk lima atau enam pangeran, menurut Wikileaks, juga pembelian kapal pesiar oleh Muhammad bin Salman senilai 550 juta dolar, menurut New York Times. Sementara itu ia mempromosikan penghematan dan visi tahun 2030. Pemerintah Saudi memotong pengeluaran pemerintah dengan menghapus subsidi yang diberikan pada barang dan layanan sehari-hari seperti energi, air dan bahan bakar, serta dengan mengurangi pengeluaran untuk gaji. Hal ini berarti bahwa masyarakat kehilangan pekerjaan atau insentif keuangannya.

Ini sebuah kebingungan besar dalam mengelola ekonomi yang mengapung di atas lautan minyak, dan menghasilkan sekitar sepuluh juta barel per hari, serta sumber daya besar lainnya seperti Haji, Umrah dan Sumber Daya Alam, dengan populasinya sekitar 34 juta. Namun dengan semua ini, ia yang terjun ke dalam perang di Yaman,  menguras dan menghancurkan pertanian dan perternakan di Yaman, serta tenggelam dalam sabotase ekonomi dalam negeri, melalui gelombang kebangkrutan perusahaan dan penangkapan pengusaha. Pertanyannya, sampai berapa lama, wahai umat Islam, kekayaan dan keputusan politik Anda hanya menyebabkan ketakutan, perang, perusakan, dan tunduk pada perintah Gedung Putih, karena kekuasaan masih ada di tangan orang-orang bodoh yang mencari keamanan pada Amerika, semntara kaum Muslim hidup dalam kemiskinan, perang, kesempitan hidup, dan membayar pajak pengkhianatan para penguasanya?! [Tsair Salamah (Abu Malik)]

Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 17/5/2020.

Share artikel ini: