Penjarakan Perusak Tembok Apartheid, Pengamat: Israel Makin Zalim

Mediaumat.id – Kebijakan Israel yang memberlakukan hukuman penjara bagi warga Palestina dengan dalih merusak tembok pemisah atau yang dikenal sebagai tembok apartheid di Tepi Barat, dinilai Magister Kajian Timur Tengah dan Islam Iranti Mantasari BA.IR, M.Si. menambah daftar panjang kezaliman Israel.

“Sebenarnya masalah ini semakin menambah daftar panjang kezaliman dan diskriminasi yang sudah dilakukan oleh Israel terhadap warga Palestina. Mungkin ibarat kata, maling teriak maling. Yang menjajah siapa, akhirnya memberikan hukuman kepada yang sebenarnya memiliki rumah ketika dia berusaha memasuki rumahnya siapa?” tuturnya kepada Mediaumat.id, Senin (1/8/2022).

Menurutnya, ini adalah pertanda memang tidak ada kebaikan dengan adanya Israel itu sendiri. “Karena sepanjang perjalanan eksistensi Israel selama ini, itu semuanya mungkin dapat dikatakan memberikan keburukan dan kerugian terhadap umat Islam wabil khusus umat Islam yang ada di Palestina,” ungkapnya.

Iranti menilai, kebijakan Israel yang menghukum bahkan dengan kurungan penjara bagi warga Palestina yang sebenarnya berusaha untuk mencari pekerjaan, mencari penghidupan di tanah mereka sendiri sebenarnya, tapi dijajah dan dicuri oleh Israel, itu semakin memperjelas posisi Israel terhadap isu kemanusiaan itu sendiri.

“Jadi, kalau misalkan mereka meributkan ini bukan masalah agama, tapi ini adalah masalah kemanusiaan, justru ini mereka sebenarnya sudah sangat nyata diskriminasi terhadap kemanusiaan itu sendiri,” tegasnya.

Oleh sebab itu, katanya, umat Islam seharusnya memiliki pandangan yang berbeda dengan komunitas global secara umum. “Kenapa? Karena kita memahami bahwa sikap Israel yang seperti itu adalah karena kaum muslimin di Palestina tidak ada yang melindungi secara hakiki, tidak ada yang memberikan penjagaan, tidak ada yang memberi menjamin penghidupan kepada mereka, sehingga mereka harus seperti menjadi ‘penjahat’ dengan berusaha merusak tembok yang sudah dibangun oleh Israel itu sendiri,” bebernya.

Iranti menilai sebenarnya kalau dikatakan apakah dunia diam saja dengan sikap apartheid dari Israel tersebut? Sebenarnya kalau dikatakan diam saja, ya tidak sepenuhnya diam, karena tetap ada beberapa media yang masih memberitakan dan menginformasikan mengenai hal ini. “Tapi memang coverage atau exposure-nya mungkin yang tidak seheboh isu-isu yang lain yang sedang panas hari ini,” tuturnya.

Menurutnya, ini sebenarnya bisa menjadi satu sinyal bahwasanya isu Palestina, yang mungkin dapat dikatakan setiap hari mereka mendapatkan diskriminasi dalam berbagai bentuk penjajahan, bukan hanya penjajahan fisik saja, tetapi juga tekanan psikologi kepada warga Muslim di sana yang mungkin setiap hari terjadi, tapi tidak mendapatkan pemberitaan yang masif dari media-media.

“Kembali lagi media ini kiblat atau corongnya itu ke mana? Jika mereka berkiblat pada Barat, mungkin saja berita yang mereka naikkan itu faktanya sudah tidak sesuai lagi dengan apa yang terjadi di lapangan,” terangnya.

Buka Hati, Mata, dan Pikiran

Iranti mengatakan, yang seharusnya dilakukan oleh para penguasa kaum Muslim yang ada di berbagai negeri hari ini termasuk di Palestina adalah sebenarnya cukup buka hati, buka mata, dan buka pikiran untuk menyadari kezaliman, diskriminasi dan kejahatan yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina. “Atau dapat dikatakan secara lebih luas oleh kaum kafir terhadap izzul Islam wal muslimin terhadap kemuliaan Islam dan juga kemuliaan kaum Muslim hari ini itu,” ungkapnya.

Menurut Iranti, ketika membuka mata dengan melihat fakta secara riil bahwa ada diskriminasi, ada kehidupan yang tidak layak, ada inferioritas yang menimpa umat Islam ini, itu sudah menjadi tanda ada masalah besar. “Ada satu problematika yang seharusnya terurai tapi ini tidak terurai sampai sekarang,” ujarnya.

Kemudian dengan buka pikiran, lanjutnya, penguasa negeri-negeri Muslim akan benar-benar memahami sebenarnya apa akar masalah dari penindasan yang diskriminasi, penjajahan yang terjadi di dunia Islam termasuk di Palestina ini.

“Jadi, ketika sudah pikirannya terbuka, secara spesifik juga dibuka oleh pemikiran Islam yakni pemikiran mengenai bagaimana Islam menjalankan politik, baik politik luar negeri ataupun politik dalam negeri, maka penguasa negeri kaum muslimin ini bisa mendapatkan titik terang,” katanya.

“Apa masalahnya dan apa yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut? Mereka akhirnya akan mengerti, meskipun mereka memiliki kuasa tapi mereka tidak berdaulat atau bisa dikatakan seperti itu karena mereka tetap saja berada di bawah dikte dari kaum kafir itu dari kaum sekuler wabil khusus yang ada di Barat,” tambahnya.

Jadi, penyadaran ini, kata Iranti, sebenarnya kesadaran ini yang harus dimiliki oleh para penguasa negeri kaum muslimin sehingga diharapkan dengan kesadaran yang sudah terinstal dalam pikiran, dalam pemahaman dari para pemimpin negeri Islam ini, di sanalah nanti akan muncul gerakan-gerakan yang gebrakan-gebrakan dari para penguasa tersebut untuk melakukan perubahan secara revolusioner untuk melakukan perubahan secara total.

Dengan memahami bahwa syariat Islam yang adalah satu-satunya solusi hukum-hukum yang ada di Al-Qur’an, menurutnya, itu bukan hanya sekadar dibaca bukan hanya sekadar didiskusikan atau diwacanakan tapi harus diimplementasikan bukan hanya nilai-nilainya saja atau esensi aja.

“Tapi hukumnya, aturannya, itu semuanya harus dilaksanakan secara total maka kesadaran ini yang kemudian mewujud dalam aksi itu berupa implementasi hukum Al-Qur’an yang dimotori oleh para penguasa negeri kaum Muslim. Biidznillah itu di atas izin Allah bisa membebaskan Palestina atau bahkan negeri-negeri kaum Muslim yang lain yang hari ini sedang terjajah, sedang ditindas oleh kaum kafir,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Share artikel ini: