Mediaumat.info – Pengamat Hubungan Internasional Budi Mulyana menegaskan, penjajahan itu akan dihapuskan atau bisa berakhir, ketika dukungan (supporting) terhadap penjajah negara Barat itu dihilangkan.
“Penjajahan itu akan dihapuskan atau bisa berakhir, ketika supporting terhadap penjajah negara Barat itu dihilangkan,” tuturnya dalam Rubrik Dialogika: Membaca Konstelasi Gaza, Pasca Ismail Haniya Syahid, Sabtu (3/8/2024) di kanal Peradaban Islam ID.
Oleh karena itu, tegasnya, harus ada perubahan konstelasi, (harus) ada (negeri) Muslim yang mengambil alih hegemoni setidaknya di kawasan, bahkan mungkin di level global.
“Barulah nyata dan realistis negara Islam atau negeri Muslim itu melakukan pembelaan terhadap Palestina dengan nyata, melalui militer, perang melawan Zionis,” jelasnya.
Ia juga membeberkan bahwa untuk sekarang, hal itu tidak terjadi.
“Kenapa? Karena memang semua yang terjadi, peristiwa-peristiwa politik di sana dalam kendali Amerika Serikat, sebagai negara adidaya,” sesalnya.
Sehingga, beber Budi, negeri Muslim akhirnya tertahan, hanya sekadar memberikan bantuan kemanusiaan, bantuan makanan, mendorong terjadinya normalisasi.
“Bahkan menganggap penjajahan itu tidak ada ya, dengan istilah normalisasi. Itu goal dari Amerika Serikat dan negara-negara Barat. Terima saja eksistensi Zionis untuk hidup berdampingan. Cuma itu bertentangan dengan idealitas Islam,” urainya.
Budi mengungkapkan harus ada peluang dibuat eskalasi.
“Cuma pertanyaannya, gimana caranya, ketika negeri Muslim ini masih dikendalikan oleh penguasa-penguasa yang sangat pro terhadap Barat. Kalaupun mungkin tidak pro, ya mereka masih dalam kendali koridor kepentingan-kepentingan Barat,” bebernya.
Perubahan Eskalasi
Peristiwa Arab Spring, bisa menjadi pelajaran untuk bicara eskalasi. “Cuma kan beda antara pemicu, kalau istilah politik itu B case sebagai kasus pemicu dari Arab Spring,” jelasnya.
Ia membandingkan dengan kondisi yang sifatnya praktikal, kelaparan, kezaliman penguasa terhadap rakyat dalam kebutuhan sehari-hari yang mencekik, dst, itu terasa, dibandingkan membangun kesadaran politik, kesadaran solidaritas sesama Muslim yang dijajah di Palestina.
“Memang ini yang menjadi PR besar bagi umat Islam, bagaimana membangun kesadaran politik di tengah-tengah umat,” imbuhnya.
Penguasaannya itu sudah sedemikian, penderitaan Palestina yang luar biasa.
“Sudah hampir 40.000 yang syahid, sudah didesak dengan serangan-serangan Israel sampai ke Rafah, tapi belum tersadarkan. Ini kan butuh pertanyaan retoris, butuh berapa korban lagi? Butuh berapa syahid lagi selain Ismail Haniyah,” tanyanya.
Budi menegaskan, untuk bisa membuat umat ini sadar dan menggerakkan, ya kalau penguasanya itu menghalangi, ya penguasanya itu digulingkan.
“Didorong untuk diganti dengan penguasa yang pro terhadap kepentingan-kepentingan Islam. Sehingga nanti eskalasi itu akan terjadi. Tentu ini harus ada road map, harus ada peta jalan, harus ada langkah-langkah strategis, harus ada goals yang terukur,” bebernya.
Ia mengingatkan, adanya Arab Spring itu agar dijadikan pelajaran. Bergantinya rezim itu tidak menyelesaikan masalah, tapi bergantinya rezim yang memang bisa menyuarakan Islam dan kepentingan umat (itu baru menyelesaikan masalah).
“Salah satunya, menghentikan penjajahan Israel Yahudi dan mengembalikan hak-hal Muslim Palestina terhadap negerinya,” pungkasnya. [] Nita Savitri
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat