Mediaumat.id – Munculnya rancangan undang-undang (RUU) yang memberikan kewenangan bagi entitas penjajah Yahudi untuk menahan pejabat otoritas Palestina yang aktif di Yerusalem, harusnya makin mampu menguatkan kaum Muslim dalam upaya pembebasan Palestina dari penjajahan.
“Sudah semestinya umat Islam menguatkan perjuangannya untuk membebaskan negeri Palestina dari penjajahan institusi Yahudi,” ujar Pengamat Hubungan Internasional Budi Mulyana kepada Mediaumat.id, Rabu (2/6/2023).
Namun untuk bisa optimal, sambungnya, tentu membutuhkan kekuatan yang mampu mengubah konstelasi internasional terlebih dahulu.
Dengan kata lain, selama tidak ada perubahan konstelasi internasional, maka sulit mengakhiri keberadaan entitas penjajah Yahudi di negeri yang diberkahi Allah hingga menyandang julukan negeri para nabi tersebut.
Untuk diketahui, RUU dengan usulan kriminalisasi terhadap pejabat otoritas Palestina yang beroperasi di wilayah yang diklaim milik entitas penjajah Yahudi, menunjukkan bahwa pengakuan ini nyata adanya. “Mereka benar-benar mengklaim pendudukan mereka terhadap tanah Palestina,” cetusnya.
Bahkan, entitas penjajah Yahudi menganggap bumi Palestina adalah kedaulatan mereka. Sementara, Muslim Palestina, penduduk asli di sana, kata Budi, dianggap sebagai pendatang yang bisa dikriminalkan apabila melanggar kedaulatan yang mereka klaim.
Padahal, sebagaimana dipahami bersama, Palestina adalah negeri Muslim. Sedangkan entitas penjajah Yahudilah yang datang lantas kemudian merampas serta menduduki tanah dari bangsa Palestina.
Sebagaimana dilansir Arab48, Anggota parlemen dari Partai Zionis Religius Zvi Sukkot, salah satu pengusung RUU, berdalih bahwa itu bagian dari Kesepakatan Oslo, yang merupakan syarat atau larangan bagi pejabat Palestina untuk ikut campur urusan internal dalam negerinya.
Sukkot menyebut ketentuan ini tetap mati karena Kesepakatan Oslo tidak mengatur hukuman bagi para pelanggar, terutama seputar sistem pendidikan di Kota Yerusalem yang diduduki.
Ia mengusulkan lima tahun penjara untuk setiap pejabat Palestina yang dituduh mencampuri urusan dalam negerinya dan sepuluh tahun penjara jika campur tangan itu termasuk ancaman.
Deklarasi Balfour
Di sisi lain, kemunculan entitas penjajah Yahudi sendiri adalah buah dari perubahan konstelasi internasional seiring kehadiran dan peran adidaya yang sekaligus membidaninya.
Adalah Inggris, adidaya kala itu, yang menurut Budi, menjadi pemeran utama lahirnya entitas Yahudi yang kemudian menduduki dan menjajah Palestina.
Tepatnya pada 2 November 1917 muncullah sebuah deklarasi yang dikenal dengan nama Deklarasi Balfour, yang menjadi cikal bakal lahirnya entitas penjajah tersebut.
Terlepas isinya, deklarasi dimaksud menjadi landasan bagi kaum Yahudi untuk melakukan perpindahan besar-besaran dari Eropa ke tanah Palestina.
Bahkan secara sepihak, sepucuk surat yang dikirimkan Menteri Luar Negeri Inggris Arthur James Balfour kepada Federasi Zionis melalui Baron Walter Rothschild, pemuka Yahudi di sana, Inggris mengisyaratkan tanah Palestina menjadi milik kaum Yahudi dan orang asli Palestina dianggap komunitas non-Yahudi yang menumpang di tanah Palestina. Perpindahan tersebut semakin meningkat jumlahnya semenjak 1930.[] Zainul Krian