Penistaan Agama Makin Marak, Siyasah Institute: Sanksinya Terlalu Ringan

Mediaumat.id – Direktur Siyasah Institute Iwan Januar menilai salah satu faktor yang membuat maraknya penistaan agama karena sanksinya terlalu ringan. “Selama ini sanksi yang dijatuhkan terlalu ringan, mestinya diberlakukan sesuai syariat Islam yakni hukuman mati, baru bisa mengurangi drastis kasus penistaan agama,” ujarnya kepada Mediaumat.id, Jumat (18/3/2022).

Artinya, sambung Iwan, seseorang tidak akan merasa kapok menista agama (Islam), karena memang belum diterapkan instrumen sanksi yang membuat mereka jera dan menjadi preventif bagi orang lain yang mungkin punya niat serupa.

Dengan kata lain, selama proses maupun bentuk hukuman masih mengacu pada KUHP, paparnya, tetap tidak akan bisa menghentikan perilaku para penghina agama Islam.

Bahkan alih-alih mencegah, justru ketika seseorang menista, pelaku akan merasa relatif aman, karena acuannya selalu hak asasi manusia atau HAM. “Dengan konsep HAM, orang merasa ada kebebasan berpendapat, termasuk menghina agama,” tukasnya.

Menurut Iwan, hal demikian penting ia sampaikan, mengingat kemunculan oknum pendeta yang kembali menista Islam, setelah sebelumnya pernah dipolisikan bahkan dipenjara terkait kasus serupa.

Pendeta yang bernama Saifudin Ibrahim, seorang murtadin atau keluar dari agama Islam, diketahui telah meminta Menteri Agama untuk menghapus 300 ayat Al-Qur’an lantaran menurut Saifudin, mengandung ajaran radikal dan intoleran.

Selain itu, terkait pesantren pun, oknum pendeta tersebut juga minta agar kurikulum di lembaga pendidikan itu diubah, karena (lagi-lagi tudingnya) menjadi tempat lahirnya terorisme.

Berikutnya, lanjut Iwan, terdapat faktor lain penyebab makin beraninya seseorang melakukan tindak penistaan agama. Yakni karena merasa mendapat sokongan dari lingkaran kekuasaan, seperti dilakukan oknum Pendeta Saifudin yang sesaat sebelum menista, gamblang memuji Menag serta mengaku sebagai pendukung Jokowi.

“Ada kesan dia menantang umat Muslim, karena tahu dia bakal dapat privilege (hak istimewa) seperti Deni Siregar, Abu Janda, Ade Armando, Victor Laiskodat, dsb.,” terangnya.

Oleh karena itu, Iwan kembali menegaskan, tidak bisa tidak, serta menjadi suatu keharusan pemberian sanksi yang lebih keras lagi bagi para penista agama.[] Zainul Krian

Share artikel ini: