Oleh: dr Mohammad Ali Syafi’udin
Penistaan agama terjadi lagi di negri ini. Yakni terkait cuitan di akun Twitter yang memplesetkan terminologi khilafah menjadi khilafuck oleh Komisaris Independen PT Pelni Dede Budhyarto. Lengkapnya cuitan Dede adalah : “Memilih capres jangan sembrono apalagi memilih capres yang didukung kelompok radikal yang suka mengkafir-kafirkan, pengasong khilafuck anti Pancasila, gerombolan yang melarang pendirian rumah ibadah minoritas,”
Sontak para Netizen merespon dengan berbagai kecaman terhadap cuitan Dede, mulai dari lawan politiknya, masyarakat umum sampai MUI. Ada yang ingin melaporkan, ada yang menuntut untuk dipecat dari jabatan Komisaris, ada yang meminta Polisi segera menangkapnya sebagaimana kasus Roy Suryo yang ditahan padahal cuma repost akun yg melecehkan patung Budha, dan sebagainya. Sementara Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI) KH Muhyiddin Junaidi menyebut pernyataan Komisaris PT Pelni Dede Budhyarto yang menulis “khilafuck” dalam akun twitternya sudah memenuhi unsur penistaan agama.
Memang sebagai seorang muslim yang meyakini khilafah adalah bagian dari ajaran Islam maka sangat wajar jika kaum muslim merasakan sakit hati.
Bagaimana tidak sakit hati, kata “fuck” itukan makian artinya “persetan”. Sungguh betul-betul penistaan agama.
Khilafah itu sistem pemerintahan warisan baginda Rasulullah Saw.
Bahkan Beliau Saw mewajibkan atas kita untuk berpegang teguh pada sunnah Beliau dan Sunnah khulafaur Rasyidin yang mendapatkan petunjuk dan menyuruh kita untuk menggigit sunnah tersebut dengan gigi geraham sebagaimana yang diriwayatkan oleh imam Abu Daud dan Tirmidzi. Dan diantara sunah tersebut adalah menjalankan pemerintahan sebagaimana yang ditempuh oleh para Khalifah Rasyidah yaitu dalam bentuk pemerintahan Islam atau khilafah.
Ditambah lagi bahwa khilafah itu ada landasannya, baik dalam Al-Qur’an, Al-hadis maupun ijma’ sahabat. Bahkan para imam empat madzhab telah sepakat tentang kewajiban menegakkannya.
Oleh karena itu menyebut khilafah dengan kata khilafuck adalah betul-betul merupakan penistaan agama.
Mengapa penistaan Agama sering terjadi?
Sekarang ini semakin banyak orang berani terutama di lingkaran rezim yang melakukan penistaan terhadap Islam. Hal ini terjadi karena Ada beberapa faktor yang pertama adalah terkait persiapan pilpres 2024 yaitu menjadikan salah satu cara Kampanye dengan melemparkan isu yang dapat menjatuhkan lawan politik. Biasanya berupa ujaran kebencian atau penistaan agama yang ditujukan agar lawan tidak mendapat dukungan. Ini Sekaligus juga ingin menciptakan stigmatisasi dan monsterisasi lawan politiknya bahwa mereka didukung oleh kelompok-kelompok radikal dan antitoleransi.
Yang kedua merupakan salah satu cara rezim untuk menutupi kelemahan atau kegagalan dalam menyelesaikan banyak masalah, mulai dari korupsi, kemiskinan, kasus Sambo, Kanjuruhan dan lain-lain.
Yang ketiga adalah kebebasan berpendapat yang muncul karena Ideologi Sekularisme yakni ideologi yang memisahkan agama dari kehidupan, dimana ideologi ini menjadikan individu tidak peduli dan meremehkan hal-hal berbau agama. Dengan landasan sekularisme inilah paham liberalisme tumbuh subur dan kebebasan disakralkan
bahkan penghinaan terhadap Islam pun lantas dibenarkan sebagai ekspresi dari kebebasan dan bagian dari HAM.
Yang keempat adalah islamophobia, dalam hal ini adalah khilafahpobia yang sengaja diciptakan karena rezim tunduk dan mengikuti agenda tuanya yakni negara AS dalam hal perang melawan teroris sedangkan yang dimaksud adalah perang melawan Islam. Tujuannya supaya rezim tetap mendapatkan dukungan dari negara AS.
Penanganan yang lemah
Negara seakan melindungi para penista sehingga tidak terjerat hukum. Hal ini bisa dimaklumi karena memang negara sekuler tabiatnya seperti itu. Sekularisme mengharuskan negara netral dari agama, tidak boleh memihak agama apapun dan harus melindungi kebebasan.
Negara sekular tidak mungkin melindungi kemuliaan agama, khususnya Islam. Kalaupun memproses hukum pelaku penghinaan Islam, maka itu bukan karena negara berkewajiban melindungi kemuliaan Islam, namun karena untuk mencegah anarkisme, meredakan emosi dan kemarahan rakyat.
Didamping juga karena yang melakukan penistaan agama adalah bagian dari mereka untuk kepentingan tertentu.
Pandangan Islam terhadap penistaan Agama
Pelecehan atau penghinaan dalam istilah fiqih disebut al-istikhfaf (الاستخفاف) yang secara bahasa maknanya الاستهانة (meremehkan)
Kadang-kadang para fuqaha’ menyebutkan dengan الاحتقار، و الازدراء، والانتقاص yang semua maknanya sama.
Secara istilah tidak jauh berbeda dengan makna bahasa. Penghinaan bisa terjadi pada ucapan, perbuatan atau keyakinan.
Islam memandang pelecehan atau penghinaan terhadap salah satu hukum syariat Allah bisa menyebabkan keluarnya seseorang dari Islam. Sebagaimana dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah juz 3 hal 251
menyatakan bahwa Para fuqaha telah sepakat barangsiapa menghina hukum-hukum Syariah Islam, dalam kedudukannya sebagai hukum syariah, seperti melecehkan wajibnya sholat ,zakat ,haji, puasa Ramadhan; atau melecehkan sanksi-sanksi pidana Islam, misalnya wajibnya hukum potong tangan bagi pencuri, wajibnya hukum dera (cambuk) bagi pezina ,dan sebagainya, maka orang itu dihukumi telah kafir (murtad), yaitu sudah keluar dari agama Islam dan wajib dihukum mati jika tak bertaubat kepada Allah SWT
Allah SWT berfirman :
…… وَطَعَنُوا فِي دِينِكُمْ فَقَاتِلُوا أَئِمَّةَ الْكُفْرِ
……. dan mereka mencerca agama kalian, perangilah para pemimpin kaum kafir itu (TQS at-Taubah [9]: 12).
Al hafidz Ibn Katsir berkata:
وَمِنْ هَاهُنَا أُخِذَ قَتْلُ مَنْ سَبَّ
الرَّسُولِ صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ، أَوْ مَنْ طَعَنَ فِيْ دِيْنِ الْإِسْلاَمِ أَوْ ذَكَرَهُ بنقص
تفسير ابن كثير (4/ 116)
dan dari sinilah diambil (hukum) hukuman mati bagi siapa saja yang mencela Rasul SAW, atau siapapun yang mencela agama Islam atau menyebut agama islam dengan kekurangan.
Seperti orang yang Mengatakan bahwa hukum-hukum Islam sudah kadaluarsa dan tidak layak untuk diterapkan di negeri ini, maka perkataan seperti itu bisa mengeluarkan orang dari keislamannya.
Begitu juga orang yang menghalalkan sesuai yang haram secara ijma’ atau sebaliknya mengharamkan sesuatu yang halal atau mengingkari kewajiban sesuatu yang sudah menjadi ijma’ maka ia bisa murtad.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Abdullah bin Husain bin Thahir al-‘alawi dalam kitab sulam at-taufiq bab tentang hal-hal yang menyebabkan murtad. Beliau menjelaskan bahwa orang menjadi murtad karena menghalalkan sesuatu yang haram secara ijma, yang menjadi ma’lum min ad-din bi adh-dharurah (yang wajib diketahui termasuk bagian dari agama) dan hal tersebut tidak ada kesamaran baginya seperti menghalalkan zina, liwath (homoseksual), membunuh tanpa hak, mencuri, dan ghashab. mengharamkan sesuatu yang halal misalnya jual beli pernikahan, mengingkari kewajiban yang sudah menjadi ijma seperti salat lima waktu atau sujudnya, zakat, puasa haji dan wudhu. mewajibkan sesuatu yang tidak wajib secara ijma’ Seperti hal diatas. Mengingkari sesuatu yang disyariatkan yang sudah menjadi kesepakatan para ulama seperti hal diatas.
Didalam kitab itu juga beliau mengingatkan kaum muslim agar menjaga keislamannya dari hal-hal yang merusak, membatalkan dan memutuskan keimanannya karena banyak sekali orang menggampangkan dalam ucapan yang ternyata bisa mengeluarkan dari status Islam, sementara ia tidak menyadari kesalahannya.
Sanksi hukum
Orang yang menghina atau melecehkan sesuatu yang disyariatkan oleh Islam bisa menjadi murtad. Maka hukuman untuk orang yang murtad adalah mati, namun pelaksanaannya hukuman mati dilakukan oleh negara atau yang mewakilinya yang sebelumnya diminta untuk bertaubat dulu.
Hal ini hanya terlaksana jika didalam Sistem Islam.
Dalam pandangan Islam Negara bertanggungjawab dalam menjaga aqidah rakyatnya dari pemikiran-pemikiran kufur yang merusaknya. Negara juga bertanggungjawab dalam menjaga kemuliaan Islam. Oleh karena itu negara tidak akan membiarkan baik ucapan maupun perbuatan yang menghina atau melecehkan Islam. Karena pelecehan atau penghinaan terhadap Islam adalah tindakan kriminal yang akan mendapatkan sanksi hukum oleh negara.
Sementara jika negara itu adalah negara sekuler maka tidak peduli dengan adanya pelecehan terhadap Islam. Negara tidak peduli dengan pemikiran yang merusak aqidah Islam. Hal itu karena urusan agama harus dipisahkan dari negara.
Penutup
Pada akhirnya kaum Muslim harus menyadari bahwa adanya penistaan agama yang sering terjadi, serta penanganan yang tidak segera dilakukan atau proses penanganan tidak mampu mencegah dan mengatasi persoalan penistaan ini dengan tuntas maka persoalan utamanya sebenarnya adalah di sistem sekuler ini. Selanjutnya umat juga harus menyadari bahwa persoalan ini baru akan tuntas jika akar masalahnya yakni sekularisme dicabut dan dicampakkan dari kehidupan umat. Umat segera menggantikannya menegakkan sistem Islam yang menjalankan seluruh aturan Allah SWT, yaitu sistem Khilafah.
Wallahu a’lam