Oleh : Chandra Purna Irawan,.S.H.,M.H. (Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI & Sekjen LBH Pelita Umat)
Waketum Partai Gerindra Fransiskus Xaverius Arief Poyuono mengatakan salah satu penumpang gelap yang mendukung Prabowo Subianto pada Pilpres 2019 adalah HTI.
“Penumpang gelap itu kan banyak, misalnya beberapa tokoh-tokoh HTI yang ikut dalam pemenangan Prabowo-Sandiaga. Tapi saya tidak mengatakan mereka itu negatif,” kata Arief Poyuono dalam video yang diunggah KompasTV.
Sumber: (https://jabar.tribunnews.com/2019/08/12/penumpang-gelap-didepak-agar-tak-ganggu-prabowo-bukan-ulama-bukan-partai-koalisi-tak-tahunya-hti?page=2)
Sebelumnya, kolega Fransiskus Xaverius Arief Poyuono Wakil Sekjen Partai Gerindra, Andre Rosiade menyebut ada “penumpang gelap” yang memanfaatkan Prabowo Subianto untuk membuat situasi Indonesia kacau dan menyudutkan Presiden atas kondisi tersebut.
Sumber : https://news.okezone.com/read/2019/08/13/605/2091122/soal-sosok-penumpang-gelap-gerindra-aparat-hukum-pasti-tahu
Menanggapi hal tersebut diatas, saya akan memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut:
PERTAMA, bahwa ini adalah pernyataan serius, apabila Waketum Gerindra Fransiskus Xaverius Arief Poyuono menyatakan penumpang gelap adalah HTI. Maka harus dapat membuktikan pernyataan tersebut terhadap organisasi dakwah HTI. Apabila tidak dapat membuktikan keterlibatan HTI maka ia dapat dikategorikan sebagai fitnah dan menebarkan berita palsu atau bohong;
KEDUA, bahwa pernyataan Fransiskus Xaverius Arief Poyuono harus dinilai apakah pernyataan pribadi atau pernyataan resmi dari Gerindra. Apabila pernyataan pribadi maka yang bersangkutan patut membuktikan pernyataannya dan apabila pernyataan resmi Gerindra maka secara institusi patut membuktikan pernyataannya terkait penumpang gelap tersebut. Mengingat, dua petinggi Gerindra selain Fransiskus Xaverius Arief Poyuono, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Sufmi Dasco dan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Andre Rosiade, juga bicara hal yang senada;
KETIGA, bahwa apabila tidak dapat membuktikan terkait penumpang gelap yang dimaksud, maka dapat diancam pidana pasal 27 ayat (3) Jo pasal 310 dan 311 KUHP tentang pencemaran nama baik dan fitnah, dalam hal ini adalah nama baik organisasi dakwah HTI. Selain itu juga dapat diancam dengan pidana Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana terkait dugaan menyebarkan berita bohong yang dapat menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat dengan ancaman pidana 10 (sepuluh) tahun penjara, terkait pasal 14 ayat (1) tersebut aparat penegak hukum dapat segera melakukan upaya penyelidikan dan penyidikan karena pasal tersebut adalah delik formil;
KEEMPAT, bahwa pernyataan Fransiskus Xaverius Arief Poyouno dan/atau Gerindra ini sangat serius, karena menuding ada kelompok yang menginginkan chaos dan agar Jokowi disalahkan. Jika tidak segera diusut, khawatir masyarakat terpecah belah akibat isu dan adu domba yang tidak jelas dasarnya. Kondisi seperti ini juga malah dapat menimbulkan praduga buruk dari masyarakat terhadap Gerindra, karena tidak menutup kemungkinan ada masyarakat berpraduga bahwa HTI hanya dijadikan “kambing hitam’ sebagai legitimasi Gerindra bergabung dengan koalisi Jokowi.[]