Menteri Luar Negeri Saudi Faisal bin Farhan mengatakan, dalam sebuah wawancara yang disiarkan di France 24, bahwa komitmen untuk mengakui negara Palestina tidak akan cukup untuk normalisasi. Dia menambahkan: “Bagi saya, ada sebuah negara Palestina di lapangan, dan kami telah mengakuinya. Namun negara tersebut belum menentukan perbatasannya dengan (Israel). Kami semua sepakat bahwa jalan menuju stabilitas di kawasan kami dan keamanan (Israel) adalah pendirian negara Palestina. Dan fakta bahwa negara-negara di Barat, mungkin Amerika Serikat juga, siap untuk mengakui negara seperti itu, dan ini adalah hal yang sangat positif.” Mengenai sehari setelah perang, Menteri Luar Negeri Saudi mengatakan bahwa “ada Otoritas Palestina yang dapat mengontrol seluruh wilayah Palestina dengan dukungan komunitas internasional.” Menurutnya, “Otoritas Palestina menyadari perlunya reformasi. Otoritas Palestina telah membuktikan bahwa mereka adalah entitas yang dapat diandalkan yang dapat menjaga keamanan di Tepi Barat” (maannews.net, 20/2/2024).
**** **** ****
Seperti biasa, para penguasa Arab Saudi memainkan peran sebagai pengikut bajingan yang mengamini setiap keputusan dan kemauan para pemimpin Amerika, sebab Amerika mulai menggunakan Arab Saudi dengan rayuan normalisasi dan uang untuk meloloskan semua proyek dan rencananya terkait masalah Palestina. Itulah wortel yang digunakan Amerika untuk memperdaya entitas Yahudi agar menerima proyek-proyeknya.
Entitas Yahudi sangat memimpikan normalisasi dengan Arab Saudi mengingat peran simbolisnya di negara-negara Muslim, sebab normalisasi dengannya dianggap sebagai awal normalisasi dengan semua negara Islam, selain kekayaan minyak dan gas yang dimiliki Arab Saudi dengan jumlah yang cukup untuk keberhasilan setiap proyek likuidasi dalam hal pendanaan, dan karena Arab Saudi dapat memberikan dukungan langsung dan tidak langsung kepada entitas Yahudi melalui investasi fiktif untuk memompa uang ke entitas tersebut, seperti yang sebelumnya dilakukan oleh UEA.
Amerika sangat menyadari fakta ini, maka Amerika menjadikan Arab Saudi sebagai wortel yang digoyangkan dari waktu ke waktu di hadapan para pemimpin Yahudi, di samping para penguasa Arab Saudi itu tidak pernah menolak permintaan Amerika atau mengecewakannya, bahkan mereka bersamanya memainkan simfoni menjijikkan yang sama, dan perhatian terakhir para penguasa Saudi adalah masalah Palestina, Masjid Al-Aqsa, atau rakyat Palestina. Mereka sebenarnya adalah antek-antek keji dan para bajingan yang telah mengabdi pada Amerika dan kolonialisme sejak berdirinya kerajaan itu. Oleh karena itu, kami menemukan bahwa Menteri Luar Negerinya tidak malu untuk menyebutkan bahwa negara Palestina adalah cara untuk menjamin keamanan (Israel), juga dengan penuh keangkuhan dan tidak ada rasa malu, dia memuji Otoritas Palestina atas layanan keamanan yang diberikannya dan kemampuannya untuk mengendalikan keamanan. Fokus perhatian Menteri Luar Negeri Saudi adalah fokus yang sama dengan pemerintahan Amerika, dimana dia berbicara dengan isi hati Amerika, namun memakai bahasa Arab, bukan bahasa Inggris.
Merupakan hak dan bahkan kewajiban bagi kaum Muslim di Negeri Dua Masjid Suci, keturunan para Sahabat, dan tempat lahirnya kenabian, untuk menyingkirkan para penguasa Dinasti Saud, sebab mereka itu hanyalah para antek dan boneka kaum kafir penjajah, lalu mengembalikan negara mereka ke cara hidup semula, sebagai mercusuar cahaya, untuk kembali memimpin dunia dalam naungan sistem Khilafah Rasyidah ‘ala minhājin nubuwah. Rakyat Palestina mempunyai hak untuk mengingkari para penguasa Kerajaan Saud, gerombolan antek yang tengah berupaya bersama Amerika untuk menghapus masalah Palestina. [] Baher Saleh
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 21/2/2024.