Pengkhianatan dan Bualan Putra Salman Melampaui Batas
Berbagai kantor berita ramai mempublikasikan pernyataan Putra Mahkota Al Saud, Muhammad bin Salman, yang dibuatnya untuk majalah Amerika, Atlantik, pada hari Senin (02/04/2018), ketika ia menghadapi pertanyaan: “Apakah Anda berpikir bahwa setidaknya orang-orang Yahudi berhak untuk memiliki sebuah negara bangsa di tempat leluhurnya?” Putra Salman mengatakan: “Secara umum saya pikir bahwa semua orang di mana saja berhak untuk hidup damai di negerinya sendiri. Saya berpikir bahwa warga Palestina dan (orang-orang Israel) berhak untuk memiliki tanah mereka sendiri.”
Ketika ia ditanya apakah tidak ada keberatan atas dasar agama terkait keberadaan entitas Yahudi. Ia mengatakan: “Saya menegaskan bahwa kami memiliki kekhawatiran keagamaan tentang nasib masjid Al-Aqsa di Yerusalem, dan tentang hak-hak rakyat Palestina. Inilah kekhawatiran yang ada pada kami. Namun, kami tidak memiliki keberatan apapun dengan keberadaan orang lain, sesuai dengan perjanjian damai yang adil.”
Putra Salman berkata: “(Israel) tengah membentuk perekonomian besar dan terus mengalami pertumbuhan. Sehingga ada banyak kepentingan ekonomi potensial yang mungkin kita bisa berbagi dengan Israel. Ketika ada perdamaian yang adil, maka akan ada banyak kepentingan antara Israel dan negara-negara Dewan Kerjasama Teluk (GCC), dan negara-negara seperti Mesir dan Yordania.”
Kemudian Putra Salman menyerang gagasan Khilafah, dengan mengatakan: “Mereka berusaha untuk mempromosikan gagasan bahwa kewajiban kita sebagai Muslim adalah membangun kembali Khilafah sesuai konsep mereka sendiri.” Bahkan ia sengaja menyesatkan dan mengaitkan usaha itu dengan apa yang disebutnya “segitiga kejahatan”, yaitu (Iran, Ikhwanul Muslimin dan kelompok teroris).
Berbagai media juga ramai mempublikasikan pernyataan Putra Salman ini di majalah Amerika “Time”, pada hari Sabtu (31/03/2018), di mana ia berkata: “Kami berpikir bahwa setidaknya pasukan Amerika harus tetap tinggal untuk jangka waktu yang sedang-sedang, jika tidak untuk waktu yang lama … Kehadiran Amerika di Suriah adalah satu-satunya cara untuk menghentikan perluasan pengaruh Iran di kawasan Timur Tengah dengan bantuan sekutu-sekutunya. Juga, kehadiran pasukan Amerika di dalam wilayah Suriah akan memungkinkan Washington untuk menyatakan pendapatnya atas masa depan Suriah. “Bashar tetap berkuasa, namun saya berpikir bahwa demi kepentingan Bashar hendaklah ia tidak membiarkan Iran melakukan apa yang diinginkan,” katanya.
Sungguh benar sekali sabda Rasulullah saw terkait mereka: “Jika Anda tidak merasa malu, maka lakukan apa saja yang Anda inginkan.” Mereka para ruwaibidhah (orang awam yang sok ngurusi urusan umat) pengkhianat, sudah tidak lagi memiliki rasa malu pada siapapun. Dan dalam pengkhianatannya ini, mereka dibantu oleh para munafik dari kalangan ulama su’ (busuk). Kebanyakan dari mereka takut masyarakat melawan dan menentang mereka, serta menggoncang tanah tempat mereka berpijak, akibat dari penindasan dan kezaliman mereka. Semua penguasa di dunia Islam, tanpa kecuali, telah bekerja untuk mengokohkan entitas Yahudi, dan menipu umat bahwa mereka bekerja untuk membebaskan Palestina. Hal ini sama persis seperti persekongkolan mereka dalam melawan revolusi Suriah. Namun mengklaim bahwa mereka adalah teman dari rakyat Suriah dan mendukung para pejuang revolusi. Semua itu mereka tempuh agar revolusi ini tidak berhasil, dan mendorong umat untuk menguatkan tahta mereka. Namun, revolusi umat akan tetap ada dan berkobar. Umat akan belajar dari kesalahan. Yang jelas cepat atau lambat, umat pasti akan menghakhiri dan melengserkan mereka. Terutama setelah para ruwaibidhah menelanjangi aib dirinya sendiri yang selama ini mereka sembunyikan rapat-rapat. Dan di saat yang sama, topeng para ulama su’ yang selalu membenarkan setiap kebijakan busuknya, juga sudah mulai tersingkap. Sehingga akan tegak Khilafah Rasyidah ‘ala minhājin nubuwah, sekalipun orang-orang kafir dan para loyalisnya tidak menyukai (kantor berita HT, 07/04/2018).