Penghapusan Kuota Impor Menyulitkan UMKM, Petani, dan Nelayan

 Penghapusan Kuota Impor Menyulitkan UMKM, Petani, dan Nelayan

Mediaumat.info – Kebijakan penghapusan kuota impor terutama terhadap komoditas yang menyangkut hajat hidup orang banyak dinilai Peneliti dari Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak akan menyulitkan UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah), petani, dan nelayan untuk bersaing.

“Masuknya barang impor tanpa hambatan akan menyulitkan UMKM, petani, dan nelayan untuk bersaing yang selama ini cenderung termarjinalkan oleh kebijakan pemerintah,” ujarnya kepada media-umat.info, Selasa (8/4/2025).

Ishak melihat, penghapusan kuota impor berisiko membanjiri pasar dengan barang impor yang mengancam industri lokal, seperti tekstil dan pertanian. Akibatnya, ketergantungan pada impor akan melemahkan ketahanan pangan, yang sebagian besar bergantung pada impor berdasarkan kuota. Membanjirnya impor tersebut juga dapat menyebabkan defisit neraca perdagangan yang menekan cadangan devisa.

Memang, kata Ishak, selama ini impor berbasis kuota sering kali tidak transparan dan terbukti banyak pencari rente kuota seperti pada kasus beras, daging, dan gula, yang sebagian kasusnya telah menyeret banyak pejabat terkait ke penjara.

Ishak memandang, rencana kebijakan ini merupakan salah satu bentuk negosiasi dengan Amerika Serikat akibat tekanan tarif AS sebesar 32%. Kebijakan tarif dan kuota yang merupakan salah bagian dari kebijakan nontarif sebelumnya telah dikritik oleh pemerintah AS karena dianggap menghambat masuknya barang dari AS ke Indonesia, khususnya produk pangan yang menjadi andalan ekspor AS ke Indonesia.

Ishak menyarankan, untuk menyikapi tarif AS, Indonesia perlu menerapkan kebijakan tarif resiprokal. Meskipun demikian, untuk barang-barang yang memang tidak dapat diproduksi di dalam negeri, pemerintah dapat membebaskan tarif agar barang tersebut menjadi lebih murah di dalam negeri. Namun, untuk menerapkan kebijakan tarif resiprokal tersebut, pemerintah harus memiliki posisi tawar yang kuat, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Tiongkok.

Oleh karena itu Ishak mengatakan, Indonesia harus menjadi negara yang kuat dari sisi politik, militer, dan ekonomi agar tidak mudah didikte oleh negara lain, termasuk AS. Untuk menjadi negara kuat, Indonesia harus mengadopsi ideologi Islam. Islam memiliki aturan yang komprehensif, termasuk dalam bidang ekonomi. Dalam hal perdagangan luar negeri, barang yang diimpor tidak boleh berasal dari negara yang memusuhi negara Islam secara langsung. Selain itu, barang yang diekspor tidak boleh memperkuat negara yang menjadi musuh negara Islam, seperti memperkuat persenjataan mereka. Tarif impor juga dikenakan sesuai dengan tarif yang dikenakan oleh negara pengekspor atas barang-barang negara Islam yang diekspor ke negara tersebut.

“Selain itu, tidak ada pelarangan dan pembatasan impor kecuali jika hal tersebut memberikan mudarat bagi rakyat dan negara, karena perdagangan merupakan aktivitas yang mubah,” pungkasnya.[] Agung Sumartono

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *