Mediaumat.info – Terlepas dari berbagai versi kronologi dugaan penggerudukan terhadap kegiatan ibadah Rosario mahasiswa Universitas Pamulang, Tangerang Selatan di sebuah kontrakan, sehingga beberapa orang diamankan kepolisian, seharusnya bisa dibicarakan baik-baik.
“Seharusnya ini bisa dibicarakan dengan baik,” ujar Pemimpin Redaksi Majalah Al-Waie Farid Wadjdi dalam Sorotan Dunia Islam, Rabu pagi (27/12/2023) di Radio Dakta 107.0 MHz FM Bekasi.
Menurutnya, ini persoalan miskomunikasi saja. Warga setempat dinilainya juga merasa belum terbiasa dengan adanya kegiatan ibadah agama lain seperti itu.
“Bayangkan di lingkungan yang mayoritas Muslim, ada kemudian kegiatan ibadah (agama lain) seperti itu. Masyarakat di sana mungkin enggak biasa ada hal-hal seperti itu,” imbuhnya.
Ditambah, sebagai mahasiswa seharusnya pula bisa mengondisikan diri sebagai pihak intelektual yang mampu memahami kultur masyarakat di suatu daerah. Semisal rasa kurang nyaman apabila ada kegiatan ibadah agama lain.
Sehingga menurutnya lagi, perkara ini jangan sampai berlanjut seperti kasus Gereja Yasmin, Bogor pada 2010 yang secara fakta latar belakang, ternyata terdapat unsur penipuan yang tidak diungkap.
“Masyarakat merasa tertipu ketika mereka menandatangani, yang itu sebenarnya bukan tanda tangan yang ditujukan terhadap izin terhadap pembangunan gereja di sana,” ulasnya.
Kala itu, seperti dilansir voa-islam.com misalnya, izin pembangunan gereja dimaksud cacat hukum, karena tanda tangan warga dipalsukan.
“Warga merasa tidak pernah memberikan tanda tangan surat bersedia atas dibangunnya gereja tersebut,” ungkap Sekretaris Daerah Pemkot Bogor Bambang Gunawan di depan ratusan warga demonstran di Balai Kota Bogor, Kamis (11/2/2010).
Karenanya, kata Farid lebih lanjut, patut dikhawatirkan bakal terjadi hal serupa dalam perkara di Tangerang Selatan ini.
“Saya baca juga di BBC, bagaimana BBC melaporkan sangat detail dan mendalam, sampai kantor berita internasional juga mengangkat kasus seperti ini dengan mengusung isu toleransi seolah-olah umat Islam itu tidak toleransi,” khawatirnya kembali.
Lebih jauh apabila perkara ini dilanjutkan misalnya, umat Islam patut mengkhawatirkan adanya keterkaitan dengan upaya kristenisasi yang makin kencang dilakukan di tengah-tengah mereka. Apalagi di Tangerang Selatan meskipun pinggiran, menurut Farid basisnya adalah kultur Betawi Muslim.
Dengan kata lain, perkara ini tidak bisa dilihat dari satu sisi saja, misalnya hanya dari aksi yang dilakukan warga. Tetapi latar belakangnya pun harus diperhatikan. “Harus dilihat juga latar belakang yang ada di balik itu semua,” tandasnya, yang pula berharap perkara ini jangan diperluas menjadi isu politik maupun berikut isu intoleransinya.
Untuk diketahui, sejumlah pihak sebenarnya telah menggelar pertemuan untuk membahas dugaan penggerudukan warga terhadap sekelompok mahasiswa yang menggelar ibadah tersebut. Kegiatan itu digelar di Kantor Kelurahan Babakan, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan, Senin (6/5), sehari setelah kejadian.
“Kita kumpul, semua aparat berkumpul yang berkepentingan dari RT, RW, lurah, camat, kapolsek, semuanya kita berkumpul,” kata Kasubag TU Kementerian Agama Kota Tangerang Selatan Asep Azis Masser saat ditemui di kantor Kelurahan Babakan, Senin.
Tetapi sangat disayangkan, dari pihak mahasiswa ketika itu tidak hadir dalam pertemuan itu. [] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat