Pengangkatan Pejabat Negara Patokannya Harus Keimanan
Mediaumat.info – Agar pengangkatan penjabat di Indonesia tidak bermasalah, Direktur The Economic Future Institute (TEFI) Yuana Tri Utama menyarankan pengangkatan pejabat negara patokannya harus keimanan.
“Agar pengangkatan pejabat di negeri ini tidak bermasalah, karena masih banyak pengangkatannya berpatokan pada kedekatan, nepotisme, dan tanda balas jasa dan itu terbukti bermasalah, maka pengangkatan pejabat negara harus berpatokan pada keimanan dan itu harus dipandang penting,” ujarnya dalam Kabar Petang: Cara Islam Mencegah Lahirnya Para Pejabat Korup dan Khianat, Jumat (12/7/2024) di kanal YouTube Khilafah News.
Pasalnya, jelas Yuana, dalam mengangkat para pejabat negara yang saat ini dijadikan patokannya hanya kedekatan, nepotisme, tanda balas jasa, begitu urusan moral apalagi keimanan dan ketakwaan seringkali tidak dipandang penting.
Karena dulu, beber Yuana, Rasulullah SAW itu sebagai kepala negara Islam mencontohkan untuk senantiasa memilih dan mengangkat para pejabat yang paling istimewa dalam hal keimanan dan ketakwaannya, selain tentu yang dipandang paling mumpuni dalam hal profesionalitasnya.
“Contoh misal Abu Bakar dan Umar bin khattabb ra. Nah, kedua sahabat ini jelas tidak diragukan lagi keimanan dan ketakwaanya, keduanya diangkat oleh Baginda Rasulullah SAW sebagai pembantu beliau dalam urusan pemerintahan,” ujarnya.
Ia mengutip sabda Rasulullah SAW dari riwayat Imam Tirmidzi, “Pembantuku (Rasulullah SAW) dari penduduk langit adalah Jibril dan Mikail, dan adapun pembantuku dari penduduk bumi adalah Abu Bakar dan Umar.”
Meskipun Islam dalam konteks penguasa dan pejabat adalah orang-orang pilihan, ungkapnya, namun tetap perlu senantiasa dibimbing dan diarahkan, agar tetap dalam ketakwaan, dan tidak melenceng dari syariat Islam
“Contoh misalnya keimanan dan ketakwaan sahabat Muadz bin Jabal, ketika beliau diangkat oleh Rasulullah SAW menjadi gubernur di Yaman, pada saat itu beliau tetap menasihatinya saat Muadz ra sudah berangkat dalam perjalanan ke Yaman, itu Rasulullah SAW memerintah seseorang untuk mengejar memanggilnya kembali, setelah Muadz kembali menghadap Rasulullah SAW lagi, Kemudian Rasulullah SAW bersabda, ‘Wahai Muadz,’ ini bahasa saya ya, ‘Janganlah kamu mengambil sesuatu tanpa izinku karena itu adalah ghulul, karena itu adalah khianat,’ kemudian Rasulullah SAW mengingatkan ayat Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 61 yang artinya, ‘Siapa saja yang berbuat ghulul maka pada hari kiamat dia akan datang membawa apa yang dia khianati itu, karena inilah aku memanggilmu sekarang kamu pergilah untuk melakukan tugasmu itu’, hadits riwayat Imam Tirmidzi,” jelasnya.
Pasca-Rasulullah SAW wafat, bebernya, generasi Muslim awal yakni generasi para sahabat mereka memilih dan mengangkat penguasa mengangkat pemimpin terbaik di antara mereka terutama dalam hal keimanan dan ketakwaannya.
“Berturut-turut adalah Abu Bakar ra, Umar Bin Khattab ra, Utsman bin Affan ra dan Ali bin Abi Thalib ra, mereka adalah para khalifah terbaik yang disebut sebagai Khulafaur Rasyidin, para khalifah ini juga memilih dan mengangkat para pejabat negara yang membantunya yang ada di bawahnya dari kalangan orang-orang terbaik dalam hal keimanan dan ketakwaan mereka,” tuturnya.
Sistem
Yuana juga membeberkan solusi yang sifatnya sistemik terkait bermasalah para pejabat di negeri ini tidak lain dan tidak bukan dengan menegakkan sistem pemerintahan Islam secara kaffah.
“Inilah yang dicontohkan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW dengan mendirikan negara Islam, dengan mendirikan Daulah Islam di Madinah pasca-beliau hijrah itu, kemudian setelah Rasulullah SAW wafat, daulah Islam ini dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin dan para khalifah setelahnya, yang kemudian disebut dengan khilafah islamiah itu, ya Umayyah, Abbasiyyah, Utsmaniyyah itu sampai kemudian sistem pemerintahan Islam ini tegak dan berjaya berlangsung dengan segala kecemerlangannya,” pungkasnya. [] Setiyawan Dwi
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat