Mediaumat.info – Pengamat Politik Dr. Riyan, M.Ag. menyatakan dalam pandangan syariat Islam, tambang adalah termasuk kepemilikan umum (milkiyyah ammah) maka negara itu mewakili rakyat untuk mengelolanya jadi tidak boleh membagi-bagi karena itu bukan milik negara.
“Dalam pandangan syariat Islam, tambang adalah termasuk kepemilikan umum maka negara itu mewakili rakyat untuk mengelolanya jadi dia juga tidak boleh membagi-bagi karena itu bukan milik dia,” tegasnya dalam Kabar Petang Hanya Negara yang Berhak dan Wajib Mengelola Tambang, Jumat (2/8/2024) di kanal YouTube Khilafah News.
Maka, Riyan menegaskan, tambang yang hasilnya berlimpah tersebut tidak boleh dibagikan kepada siapa pun.
“Baik itu kepada swasta asing ataupun aseng yaitu segelintir orang maupun juga ormas Islam di dalamnya, karena dia juga nonnegara, kalau dilihat dari sisi kategori itu tidak boleh untuk mengelola,” jelasnya.
Jadi sekali lagi, ucapnya, negara harus mengelola itu kalau melibatkan mereka sebagai pekerjanya boleh tapi bukan menyerahkan atau membagi-bagi tadi.
Menurutnya, hal ini didasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW yang menyatakan bahwa masyarakat berserikat dalam kepemilikan air, hutan, dan api (energi).
Lebih lanjut, ia menyampaikan, sejarah mencatat bahwa Rasulullah SAW pernah membatalkan pemberian tambang garam dengan deposit besar kepada seorang sahabat setelah mendapat masukan bahwa hal itu setara dengan memberikan air mengalir yang harusnya dinikmati oleh semua umat.
Batu Bara
Indonesia itu negeri yang kaya akan tambang salah satunya dari batu bara. Berdasarkan data 2022, kutip Riyan, Cadangan batu bara Indonesia sekitar 26 miliar ton. Tahun 2022 itu bisa ditambang sekitar 647 juta ton yang harganya pada saat itu lagi melambung karena ada Perang Ukraina-Rusia sampai kurang lebih kira-kira netnya itu 350 US dolar per ton.
“Kalau dikalikan dengan kurs rupiah waktu itu 15.000 sekian totalnya yang seharusnya bisa didapat oleh negara itu Rp 3.700 triliun. APBN sekarang 2024 itu hanya sekitar 3.200 bayangkan ini baru dari satu tambang saja kalau itu diambil oleh pemerintah, dikelola,” lanjutnya.
Kemudian Rp 3.700 triliun tadi itu, ujarnya, dikembalikan lagi ke rakyat. Rakyat itu tidak perlu terkena pajak.
“Sehingga tidak ada yang berhak mengelola itu kecuali negara, yang mewakili umat atau rakyat tadi dan dikembalikan untuk sebesar-besar kemakmuran mereka,” pungkasnya. [] Muhammad Nur
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat