Mediaumat.id – Budi Mulyana, seorang pengamat hubungan internasional dengan tegas mengatakan, modernitas suatu bangsa tak bisa dinilai dari sekadar bersikap mendukung entitas penjajah Yahudi. “Modernitas suatu bangsa tidak bisa dinilai dari sikapnya yang sekadar pro Israel,” tegasnya kepada Mediaumat.id, Jumat (28/4/2023).
Dengan kata lain, menurutnya, pandangan bahwa Indonesia bukan bangsa modern dan berwawasan luas ke depan serta dianggap sebagai negara terbelakang yang dibutakan oleh prasangka anti entitas penjajah Yahudi, merupakan pandangan yang sangat subjektif.
Dengan kata lain pula, kata Budi, penjajahan yang dilakukan oleh entitas penjajah Yahudi terhadap Palestinalah yang tergolong sebagai sikap terbelakang, serta bertentangan dengan peradaban manusia. “(Apalagi) ketika semestinya di seluruh dunia, segala bentuk penjajahan sudah dihapuskan,” tambahnya.
Adalah aksi penolakan atas partisipasi Timnas Israel di Piala Dunia U-20 yang akhirnya gagal digelar di Indonesia pada 20 Mei hingga 11 Juni 2023 mendatang, telah menjadi kontroversial di Israel sendiri, hingga berbuntut tudingan Indonesia sebagai negara terbelakang. Menjadi jelas ketika dipublikasikan salah satu media Israel yakni The Jerusalem Post pada 3 April 2023 lalu.
“Indonesia bukanlah bangsa yang modern dan berwawasan ke depan, melainkan sebagai negara terbelakang yang masih dibutakan oleh prasangka anti-Israel,” demikian publikasi yang dimuat situs web media tersebut.
Sehingga, lebih lanjut Budi menyebut, penerimaan atas penjajahan adalah bertentangan dengan modernitas itu sendiri. “Yang modern adalah justru yang menentang terus berlangsungnya penjajahan,” tegasnya.
Tak Tahu Malu
Penjajahan yang dilakukan entitas penjajah Yahudi terhadap Palestina, bukanlah suatu prasangka. Tetapi lebih kepada realitas yang terang benderang. “Ini adalah realitas yang nyata, yang tampak terang benderang,” terangnya.
Namun mereka, sambung Budi, senantiasa berusaha membungkus penjajahannya dengan konsep-konsep khayali yang juga dibalut dengan berbagai kepentingan. Tak hanya itu, mereka berharap seolah penjajahan ini dianggap bukan penjajahan. Celakanya, eksistensi entitas penjajah Yahudi diminta untuk diterima dunia secara normal.
“Inilah yang terjadi, dunia diminta menganggap normal apa yang dilakukan entitas Yahudi terhadap Palestina. Padahal itu adalah penjajahan yang nyata,” ujarnya.
Pun demikian dengan pernyataan tentang ukuran negara modern yang berarti harus menjalin normalisasi dengan entitas penjajah Yahudi, menurutnya, sebagai pernyataan naif. “Bila modern itu adalah keberadaban manusia, maka semestinya yang modern itu justru yang meninggalkan perilaku penjajahan,” urainya.
Tak ayal, Budi menyebut entitas penjajah Yahudi sebagai penjajah yang tidak tahu malu. “Meminta perilaku penjajahan mereka dianggap normal, dan eksistensi mereka diakui. Padahal mereka penjajah secara nyata,” pungkasnya.[] Zainul Krian