Pengamat: RUU Penyiaran Menyasar Konten Bernada Islam
Mediaumat.info – Menanggapi isi dari draf Revisi Rancangan Undang-Undang Penyiaran yang akan memberikan kewenangan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk memfilter konten yang beredar di media sosial, Pengamat Sosial Media Rizqi Awal mengatakan bahwa rancangan tersebut lebih menyasar kepada konten bernada Islam.
“Keberadaan Undang-Undang KPI ini sebenarnya bukan menyasar kepada konten-konten sekuler tapi menyasarnya kepada konten-konten bernada Islam,” ungkapnya di Kabar Petang: Siap-Siap! Tiktoker dan Youtuber Bakal diawasi Ketat? melalui kanal YouTube Khilafah News, Kamis (30/5/2024).
Rizqi beralasan, dalam RUU tersebut tidak ada standar yang jelas dalam menentukan sebuah tayangan aman atau tidak untuk tayang.
“Undang-undang yang ada sekarang ini pun konten-konten yang berbau mesum, berbau porno, atau konten-konten yang hedonis dan segala macamnya justru lebih aman ketimbang konten-konten yang berbau kritik terhadap pemerintah, atau mewacanakan ideologi Islam,” jelasnya.
Menurutnya, pemerintah/Kominfo sangat agresif dalam mencegah konten kreator islami yang dianggap radikal yang beredar di media sosial, sementara tidak mencegah konten-konten kreator yang merusak moral serta membahayakan publik seperti pornografi, judi online dan sebagainya.
Menghadang
Dalam pandangan Rizqi, sekulerisme itu lahir untuk menghadang Islam kaffah, sehingga standar KPI dalam menilai konten boleh tayang atau tidaknya akan berdasarkan sekulerisme.
Ia mencontohkan andai ada konten yang mengharamkan bunga (riba), sementara secara realitas negara membolehkan bunga, maka bisa jadi KPI akan melarang konten yang mengharamkan bunga, sehingga terjadi kerancuan di tengah masyarakat.
“Kita perlu mewaspadai setiap undang-undang yang lahir karena mesti akan membawa kepada dua kepentingan, kepentingan kekuasaan dan kepentingan kapitalis,” ingatnya.
Oleh karena itu ia tidak heran saat banyak konten vulgar, atau yang mempertontonkan sadisme yang bisa jadi dicontoh oleh anak-anak itu tetap beredar, karena ada kepentingan bisnis.
Ideologi Negara
Rizqi menilai, media tidak bisa dipisahkan dengan ideologi suatu negara. “Kalau kita mau mencari solusi atas konten-konten yang beredar hari ini supaya bisa dibatasi, filternya adalah bagaimana negara itu menjadi penyelamat, bagaimana negara itu menjadi pengaman, bagaimana negara itu memberikan aturan yang ketat terkait itu, dan apa rujukannya?” jelasnya.
Jika selama ini rujukannya Pancasila, ucapnya, itu menurut saya masih terlalu umum, yang ini sangat berbeda dengan Islam.
“Konten-konten yang menayangkan hedonisme, itu enggak bisa dilarang hari ini karena filternya bukan Islam, sehingga ketika dinyatakan ini merusak atau tidak, tidak ada standarnya,” kritiknya.
Oleh karena itu, menurut Rizqi, solusi yang harus dilakukan adalah memperbaiki ideologinya terlebih dahulu.
“Permasalahannya media sekuler hari ini membuka kepada sekulerisme dibanding kepada Islam. Jadi harus mengubah tolok ukur dengan Islam,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun