Pengamat Ragukan Berhasil Jika Masyarakat Gugat KUHP ke MK
Mediaumat.id – Sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang (UU) Omnibus Law, imbauan agar pihak yang menolak isi KUHP juga menempuh jalur hukum yakni gugatan langsung melalui lembaga peradilan tersebut, diragukan sebagai upaya yang akan berhasil menyelesaikan masalah. “Apa benar masalah selesai dengan, misalnya nanti sampai ke putusan MK?” ujar Pengamat Hukum Panca Putra Kurniawan kepada Mediaumat.id, Sabtu (10/12/2022).
Pasalnya, dari putusan-putusan MK sebelumnya telah banyak memunculkan ketidakpuasan tersendiri. Seperti dalam judicial review UU Omnibus Law yang telah ia singgung tadi, amar putusannya ternyata jauh dari harapan banyak pihak termasuk dirinya.
Maka, tegasnya, ‘jalan’ ke MK bukanlah jawaban dari tuntutan rakyat di tengah buramnya potret hukum di negara ini. “Harusnya ini menjadi koreksi serius aparat hukum,” jelasnya.
Untuk diketahui putusan MK pada Kamis, 25 November 2021 lalu, menyatakan bahwa UU Cipta Kerja (Cilaka) inkonstitusional bersyarat. Padahal kala itu MK dengan jelas menilai UU tersebut bertentangan dengan UUD 1945.
Terlebih, kata Panca, dari imbauan yang berkaitan dengan KUHP baru itu masyarakat bisa saja menduga bahwa terdapat rasa tak percaya diri dari kedua lembaga tinggi negara dimaksud atas UU yang telah mereka buat.
Adalah pimpinan DPR serta Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) meminta pihak yang menolak isi KUHP untuk menempuh jalur hukum yakni gugatan langsung melalui Mahkamah Konstitusi (MK), pasca sidang paripurna DPR RI yang mengesahkan RUU KUHP menjadi UU pada Selasa (06/12) kemarin.
Pun sebut Panca lebih lanjut, publik bisa pula menduga dengan pertanyaan kenapa belum apa-apa kok sudah disuruh ke MK.
Secara formal, sambungnya, fungsi dan peran utama MK adalah menjaga konstitusi guna tegaknya prinsip konstitusionalitas hukum, termasuk melakukan uji materi (judicial review) atas UU yang telah disahkan DPR tersebut.
Maka itu, sejatinya MK dituntut objektif dan profesional. Apalagi ia melihat di tengah publik sudah banyak penolakan terhadap putusan-putusan MK.
Dengan kata lain, materi di dalamnya banyak yang dipertanyakan terkait relasi rakyat dengan pemerintah. “Ini indikasi apa benar undang-undang ini sudah cukup untuk diundangkan,” tukasnya.
“Kenapa seperti diburu waktu, sementara efektifnya pun tiga tahun lagi,” pungkasnya.[] Zainul Krian