Mediaumat.info –Meski baru wacana, alasan demi mengakselerasi ekosistem kendaraan listrik sebagai upaya menekan polusi udara, dinilai Pakar Ekonomi Syariah Dr. Arim Nasim, sebagai suatu pembohongan publik.
“Alasan bahwa menaikkan pajak (sepeda motor non listrik) dengan alasan untuk menekan polusi udara itu bohong,” ujarnya dalam Kabar Petang: Penghapusan Pajak Motor, Solusi Jitu? di kanal YouTube Khilafah News, Kamis (25/1/2024).
Menurut Arim, alasan sebenarnya adalah mereka, yang bisa disebut sebagai para oligarki politik, ingin mendapatkan kepastian terkait keberlanjutan proyek pengadaan kendaraan listrik di negeri ini bersama para oligarki ekonomi.
Dengan kata lain, penguasa bersama para pengusaha berharap animo masyarakat beralih ke kendaraan listrik sehingga para oligarki pun bisa mendapatkan keuntungan lebih dalam waktu relatif cepat.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan, pemerintah berencana mendongkrak pajak kendaraan sepeda motor yang menggunakan bahan bakar fosil.
Menurut Luhut, rencana ini dilakukan demi mengakselerasi ekosistem kendaraan listrik sebagai upaya menekan polusi udara.
“Kita juga tadi rapat, berpikir sedang menyiapkan menaikkan pajak untuk kendaraan sepeda motor non-listrik,” kata Luhut dalam acara peresmian perusahaan mobil listrik Build Your Dream (BYD) disiarkan secara daring, Kamis (18/1).
Kebohongan Lain
Lantas mengenai dalih subsidi BBM yang notabene banyak digunakan masyarakat kalangan menengah ke bawah dalam hal ini sebagai bahan bakar sepeda motor, yang anggap telah membebani APBN, pun dinilai bohong.
“Yang selama ini digembar-gemborkan subsidi selalu membebani APBN itu (juga) kebohongan,” tambahnya.
Secara fakta, kata Arim mengungkapkan, alokasi subsidi energi di APBN 2024 hanya Rp186 triliun, masing-masing Rp113 triliun untuk BBM dan Rp73 triliun untuk listrik.
Sementara, apabila dibandingkan dengan alokasi untuk pembayaran bunga utang luar negeri sebesar kurang lebih Rp500 triliun.
“Ini kan jauh sekali untuk sebagian besar masyarakat Indonesia mayoritas rakyat yang menikmati subsidi itu hanya dialokasikan 186 triliun rupiah,” lugasnya.
Apalagi ketika sudah terkumpul, kata Arim menambahkan, sebagian besar uang pajak pun dialokasikan untuk membayar utang tersebut. Artinya, secara prosentase besar yang bakal menikmati uang pajak dari rakyat Indonesia adalah segelintir orang (oligarki).
Akar Masalah dan Solusi
“Akar masalah yang sebenarnya itu adalah paradigma ekonomi kapitalis bahkan sekarang saya katakan kapitalis radikal yang lebih kapitalis dibandingkan nagara kapitalisnya sendiri, yang digunakan untuk mengatur kehidupan ekonomi di negeri ini,” urai Arim.
Terlebih, sumber daya alam di negeri ini berikut segala potensi d dalamnya, banyak dinikmati oleh swasta baik domestik maupun asing.
“Harusnya kemudian dinikmati oleh rakyat karena milik umum, milik bersama, dalam pandangan Islam, itu kemudian yang menikmati para kapitalis,” terangnya.
Sehingga, jangankan menaikkan besaran pajak kendaraan termasuk sepeda motor, dengan sistem ekonomi Islam, semua pungutan termasuk pajak yang membebani masyarakat secara umum adalah ilegal.
“Rasul (SAW) menyatakan dengan ancaman yang keras, ‘Tidak akan masuk surga penguasa yang memungut pajak’, yang menjadikan pajak sebagai pendapatan utama APBN,” ucap Arim menyinggung sebuah hadits.
“Dari mana kemudian menggantinya? Ya tidak lain sumber daya alam kita yang sekarang masih ada,” pungkasnya. [] Zainul Krian