Mediaumat.id – Krisis politik dan ekonomi akut yang menjerat Sri Lanka dalam beberapa bulan terakhir, dinilai Pengamat Politik Islam dan Militer Dr. Riyan M.Ag. semestinya menjadikan Indonesia lebih mandiri.
“Saya kira bagi Indonesia itu adalah sudah saatnya Indonesia kemudian melakukan kemandirian, baik secara politik maupun secara ekonomi,” ujarnya dalam Kabar Petang: Rajapaksa Lengser, Sri Lanka Jadi Lebih Baik? di kanal YouTube Khilafah News, Selasa (19/7/2022).
Sebagaimana diberitakan, Sri Lanka mengeluarkan kebijakan mengurangi pasokan beberapa barang penting, termasuk makanan, bahan bakar dan obat-obatan demi berjuang di tengah krisis.
Tak ayal kemarahan publik serta aksi kebencian terhadap kepemimpinan politik di negara tersebut telah memaksa Mantan Presiden Gotabaya Rajapaksa untuk meninggalkan Sri Lanka dan mengirim surat pengunduran dirinya, yang kemudian diterima oleh parlemen pada hari Jumat (15/7).
Sebelumnya, Pemerintah Sri Lanka banyak meminjam dari Beijing sejak 2005 untuk sejumlah proyek infrastruktur, termasuk Pelabuhan Hambantota. Namun, proyek infrastruktur tersebut dianggap tak memberi manfaat.
Melansir Times of India, tahun ini saja, Sri Lanka utang USD1 miliar hingga USD2 miliar ke Negeri Tirai Bambu. Sehingga banyak pengamat termasuk Riyan, menyebut Sri Lanka telah masuk ke dalam jebakan utang.
Lantas buntut dari ketidakmampuan membayar utang USD1,4 miliar kepada Beijing, pemerintah setempat menyewakan Pelabuhan Hambantota ke sebuah perusahaan Cina pada 2017.
Di sisi lain, mengutip Reuters, Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa juga telah meminta Cina untuk membantu merestrukturisasi pembayaran utang ketika ia bertemu dengan Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi pada Januari lalu.
Hal serupa, ungkap Riyan, juga dilakukan Amerika Serikat yang berada di belakang India dengan terus mendorong Negara Anak Benua Asia itu untuk menggeser pengaruh Cina atas Sri Lanka.
Sebutlah bantuan beras, susu bubuk, obat-obatan dan bantuan kemanusiaan lainnya bernilai jutaan dolar, termasuk bahan bakar diesel dan bensin. India juga telah memberikan Sri Lanka fasilitas kredit sampai USD4 miliar dengan persyaratan ringan.
Padahal telah menjadi mafhum seperti yang dikatakan Sreeram Chaulia, Direktur School of International Affairs di OP Jindal University, Sonipat, India, bahwa ‘tidak ada yang namanya amal dalam politik internasional’.
Tujuannya (bantuan India), tambahnya, memang untuk mengusir Cina dari halaman belakang dan mengembalikan keseimbangan yang menguntungkan bagi New Delhi.
Dikatakan pula, Sri Lanka selama ini adalah satu satu negara tujuan ekspor utama bagi India.
Battle Ground
Maka itu, kembali Riyan menyampaikan, Cina maupun AS telah menjadikan Sri Lanka sebagai battle ground (medan tempur) mereka. Artinya, jangan sampai Indonesia menjadi medan pertempuran pengaruh di antara dua negara besar tersebut.
“Baik itu Cina yang ada di kawasan yang tadi salah satunya adalah memberikan utang yang akhirnya tidak terbayarkan, maupun juga India yang kemudian sebenarnya di belakang India ini adalah merupakan proksi dari Amerika,” urainya.
Terlebih, kata Riyan, Allah SWT telah mengingatkan di dalam Al-Qur’an yang artinya, ‘Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang yang beriman’ (QS an-Nisa: 141).
“Allah saja tidak tidak memberikan jalan apalagi kemudian kita begitu lancang untuk melakukan itu (memberikan karpet merah kepada penjajah),” cetusnya, menyinggung potensi Muslim Indonesia dengan jumlah terbesar di seluruh dunia.
Sehingga sekali lagi Riyan menegaskan, cukuplah Sri Lanka manjadi model nyata betapa rusak dan merusaknya sistem ekonomi kapitalis yang selama ini diberlakukan.
“Akar masalahnya yang sesungguhnya adalah penerapan sistem ekonomi kapitalistik yang self destructive yang merusak dari dalam,” urainya.
“Dan kebangkrutan ini adalah salah satu contoh ketika itu dijalankan di Sri Lanka,” sambungnya, sembari menekankan sudah saatnya Indonesia menyetop utang luar negeri berbasiskan riba, termasuk sistem ekonomi kapitalistiknya,” tutur Riyan.
‘Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba’. Demikian bunyi QS al-Baqarah: 275.
Apalagi faktanya, besaran utang Indonesia per Juni tahun 2022 sudah lebih dari Rp7.000 triliun berikut bunga (riba) yang harus dibayar lebih dari Rp300 triliun per tahunnya.
Sehingga alih-alih mendapatkan kesejahteraan seperti yang dicita-citakan, kata Riyan, justru yang didapatkan adalah kemiskinan.
“Apalagi kalau kita bicara tentang keberkahan, yaitu bertambahnya kebaikan di dunia maupun di akhirat,” timpalnya.
Namun demikian, kemandirian yang ia maksud sesungguhnya hanya bisa didapatkan ketika umat menerapkan syariat Islam secara kaffah untuk menggantikan sistem ekonomi kapitalistik sekaligus demokrasinya. “Saya kira poinnya di situ,” pungkasnya.[] Zainul Krian