Pengamat: Konflik Sudan Selesai Jika Kepentingan Asing Diakhiri

Mediaumat.id – Pengamat Hubungan Internasional Budi Mulyana memaparkan, dunia Muslim harusnya mendorong penyelesaian konflik di Sudan dengan mengakhiri kepentingan-kepentingan asing di sana.

“Dunia Islam harus mendorong agar konflik diakhiri. Dan ini bisa dilakukan bila kepentingan-kepentingan asing di Sudan telah diakhiri,” ungkapnya kepada Mediaumat.id, Jumat (28/4/2023).

Tanpa itu, sambung Budi, konflik di Sudan bakal berkepanjangan. Pasalnya, tak hanya Rusia yang memiliki kepentingan di sana melalui Wagner Group, seperti dugaan kuat atas keterlibatan tentara bayaran tersebut dalam konflik di Sudan, tetapi diduga pula ada beberapa negara terlibat dalam konflik di Sudan.

Sebutlah Inggris. yang notabene penjajah Sudan sebelum Negeri Dua Nil itu merdeka pada 1956. “Masih ada kepentingan Inggris untuk melanggengkan eksistensinya,” sebut Budi, tanpa menjelaskan secara detail apa saja kepentingan itu.

Namun, dikarenakan Sudan adalah negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, negara-negara Barat termasuk Rusia memiliki kepentingan dalam hal eksploitasi kekayaan alam dimaksud.

Selain itu, Rusia dengan jasa keamanannya, kata Budi, berkontribusi terhadap negara yang penuh dengan sejarah konflik tersebut. “Termasuk juga dengan jasa keamanannya, karena memang Sudan adalah negara yang penuh dengan sejarah konflik,” urainya.

Demikian juga Amerika Serikat (AS) yang menurut Budi, berperan menjadikan Sudan sebagai negara yang melakukan normalisasi dengan Entitas Penjajah Yahudi. Apalagi AS berjanji bakal menggelontorkan bantuan untuk Sudan, walaupun tertunda akibat pandemi serta konflik di Ukraina.

Padahal pada pertengahan 2020, pemerintah Sudan, melalui Perdana Menteri Abdalla Hamdok kepada Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo saat ia berkunjung ke Sudan, menolak permintaan untuk melakukan normalisasi hubungan dengan entitas penjajah tersebut.

Sementara, seperti diberitakan Aljazeera, Rabu (6/1/2021), Pelaksana Tugas Menteri Keuangan Sudan, Hiba Ahmed, dan Mnuchin telah menandatangani nota kesepahaman untuk menyediakan fasilitas guna melunasi tunggakan Sudan ke Bank Dunia.

Artinya, dengan menandatangani perjanjian itu, maka Sudan akan mendapatkan akses kembali ke pembiayaan tahunan dari Bank Dunia sebesar USD1 miliar atau setara dengan Rp14 triliun. Sekadar diketahui, Sudan memiliki utang luar negeri lebih dari 60 miliar dolar AS.

Selain memberikan bantuan ekonomi dan investasi, Presiden AS Donald Trump ketika itu juga menghapus Sudan dari daftar negara sponsor terorisme AS. Sudan masuk ke dalam daftar teroris oleh AS sejak 1993, dengan tuduhan Presiden Omar al-Bashir mendukung Al-Qaeda dan menampung Osama bin Laden.

Hal sama juga bagi Negara Cina. “Cina sangat aktif melakukan investasi infrastruktur di negara-negara Afrika, termasuk di Sudan,” tambah Budi.

Bahkan dilansir pemberitaan liputan6.com (26/4/2023), meski ada kekhawatiran tentang kemungkinan dampak konflik, perusahaan-perusahaan Cina telah mengecilkan kekhawatiran yang terkait dengan operasi dan investasinya.

Salah satunya Natong Construction Group Co, perusahaan konstruksi milik negara yang berbasis di Jiangsu, Cina Timur yang berinvestasi di negara-negara Afrika termasuk Sudan selama lebih dari 30 tahun.

“Situasi ini akan berdampak sangat terbatas pada proyek kami karena satu-satunya proyek yang tersisa adalah proyek perumahan yang telah selesai,” ujar Zhang, seorang manager perusahaan.

Melihat hal ini, Budi pun memandang, tentu yang dirugikan dari konflik ini adalah rakyat Sudan. “Mereka menjadi korban dari konflik kepentingan para jenderal yang saling berebut kekuasaan, demi melanggengkan penguasaan sumber daya yang ada di Sudan, yang di dalamnya ada kepentingan negara-negara asing,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Share artikel ini: