Pengamat Kebijakan Publik Ungkap Pengaruh Liberalisme dan Neoliberalisme terhadap Dunia Pendidikan Islam

Mediaumat.id – Pengamat Kebijakan Publik Dr. N. Faqih Syarif Hasyim, M.Si. mengungkapkan pengaruh liberalisme dan neoliberalisme terhadap dunia pendidikan Islam. “Analisis atas pengaruh liberalisme dan neoliberalisme terhadap dunia pendidikan Islam dapat dikemukakan sebagai berikut,” tuturnya kepada Mediaumat.id, Sabtu (19/2/2022).

Pertama, Pandangan terhadap anak didik. “Anak didik diibaratkan sebagai miniatur orang dewasa merupakan pengaruh nyata filsafat Barat, yang mengakibatkan para guru di beberapa pendidikan Islam sekarang jauh dari mendidik lebih pada sikap pembiaran, perintah dan larangan seharusnya menjadi instrumen penting pendidikan tidak dipergunakan lagi. Dalam Islam, perintah dan larangan adalah substansi pendidikan Islam, dan Islam memandang anak didik sebagai makhluk yang sedang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing,” ujarnya.

Kedua, Orientasi Pendidikan. Lembaga pendidikan Islam sekarang lebih pada orientasi yang bersifat transfer of knowledge and skill dalam mengembangkan proses intelektualisasi, dan kurang perhatiannya dalam pembentukan ‘qalbun salim’, dengan berupaya terwujudnya generasi yang memiliki “bastatan fi al-ilmi wa al-jism”, yang diliputi oleh spiritualisasi dan disiplin moral yang islami. “Pada akhirnya wawasan pendidikan agama menjadi terbelah, di satu pihak mengarah kepada ‘priestly religion’ (agama kewalian), dan di lain pihak mengarah kepada ‘prophetic religion’ (agama kekayaan). Pendidikan agama kerapkali hanya dipahami esensinya, tapi tidak dipahami substansinya,” tuturnya.

Ketiga, Lembaga Pendidikan (pesantren/madrasah). “Kebebasan sebagaimana paham liberalisme telah merasuk dinding-dinding madrasah, bahkan telah meracuni pemikiran para siswa maupun mahasiswa Islam. Kedisiplinan telah hilang pada pendidikan madrasah, lembaga ini sudah merasa sulit untuk menerapkan disiplin secara baik, bahkan sanksi dalam pendidikan sudah tidak mudah untuk dilakukan. Lembaga pendidikan yang sudah tidak dapat menerapkan pendidikan kedisiplinan, maka ia telah kehilangan fungsi pendidikannya yang sejati,” bebernya.

Keempat, guru, metode, dan lainnya. “Fungsi guru telah diganti menjadi fungsi tutor. Ia tidak lagi dapat menjalankan fungsi guru yang membentuk dan menanamkan nilai-nilai keislaman. Mereka kurang concern terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama yang bersifat kognitif menjadi makna dan nilai yang perlu diinternalisasikan dalam diri seseorang lewat berbagai cara, metode, media, dan forum,” lanjutnya.

Kelima, kompetisi dan komersialisasi, telah mempengaruhi eksistensi lembaga pendidikan Islam, baik pada sekolah Islam, madrasah maupun pesantren. “Beberapa pesantren telah bergeser dari tradisi nilai luhurnya dengan memberikan pilihan cost asrama yang berjenjang dari yang rendah sampai dengan tarif hotel. Sedang kompetisi antar madrasah maupun pesantren telah terjadi tanpa memberikan pelayanan yang memadai, berbagai brosur atau iklan dicetak besar-besar, bahkan spanduk dipasang di berbagai sudut jalan untuk dapat menarik konsumen, sehingga fungsi pendidikan Islam telah berubah dari fungsi dakwah Islamiyah menjadi sebuah trading,” ujarnya.

“Di sinilah pentingnya pendidikan Islam dalam bingkai sistem Islam yang paripurna bukan dengan sekulerisme dan kapitalisme pendidikan, dengan tegaknya peradaban Islam yang agung melalui Khilafah Ala Minhaj an-Nubuwwah,” pungkasnya. [] Lukman Indra Bayu

Share artikel ini: