Pengamat: Isu Terorisme Hanya Akal-akalan Barat

Mediaumat.id – Menyorot opini yang terus berkembang tentang terorisme sejak peledakan gedung WTC Amerika Serikat (AS) tahun 2001, Pengamat Politik Internasional Umar Syarifuddin mengatakan bahwa isu terorisme hanya sebagai akal-akalan Barat untuk mempertahankan hegemoninya di dunia Islam.

“Terorisme itu sebagai akal-akalan dari Barat saja yang berusaha untuk membendung kebangkitan Islam sekaligus mempertahankan penjajahan dan hegemoni Barat yang justru korosif bagi dunia Islam hari ini,” ujarnya dalam Forum Diskusi Spesial: Menyikapi Isu Terorisme di Indonesia, Sabtu (27/11/2021) di kanal YouTube Majelis Gaul.

Dalam konteks kehidupan masyarakat, Umar menguraikan, akhir-akhir ini memang makin sarat permasalahan. Baik masalah krisis ekonomi, sosial, budaya, terlebih tidak diterapkannya syariat Islam. “Yang ada masalah korupsi dan termasuk masalah terorisme,” jelasnya.

Namun, yang paling Umar sesalkan adalah tentang terminologi terorisme sendiri yang ditafsirkan sepihak oleh Barat dan dipaksakan kepada seluruh negeri Muslim.

Bagaimana tidak, lanjut Umar, Amerika telah menganggap setiap aktivitas baik itu individu, ulama, aktivis, partai Islam atau negara manapun yang menyerukan kembalinya Islam adalah berpotensi menjadi aktivitas mendukung terorisme dan bertentangan dengan undang-undang internasional.

Karena itulah, ia tak heran mengapa para pengusung ideologi Islam dari aktivis dan ulama yang selalu menjadi sasaran dari proyek besar, war on terrorism, yang hari ini dipimpin oleh Amerika Serikat.

Sayangnya, di saat bersamaan justru sebagian penguasa negeri Muslim saat ini turut dalam mengikuti serta bersuara memerangi terorisme ala Barat yang sejatinya menurut Umar menyasar umat Islam sendiri.

Sehingga, wajar apabila hal itu justru mendapatkan kontraksi dari umat Islam dan kemarahan publik serta berikutnya berujung pada perlawanan. “Harusnya terorisme hari ini yang paling gawat adalah yang menyasar pada Amerika dan Israel sebagai tersangkanya,” tegasnya.

Patut Dipertanyakan

Terkait undang-undang intelijen negara, ormas, Perpres Nomor 7/2021 tentang Terorisme maupun Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme serta berbagai proyek deradikalisasi di Indonesia, menurut Umar patut dipertanyakan. “Tentu saja ini juga patut dipertanyakan keseriusan pemerintah sendiri dalam mengayomi rakyatnya terutama umat Islam,” ujarnya.

Padahal perang melawan terorisme yang berlangsung sejak 2001, menurut Umar, hanyalah bertujuan untuk mengokohkan cengkeraman AS atas seluruh negeri Muslim dan berusaha melestarikan berbagai hegemoni dengan seluruh narasi politiknya.

Apalagi diketahui bahwa, seluruh negeri Muslim kaya akan sumber daya alam. “Sehingga upaya yang dilakukan oleh AS adalah dengan menghadirkan liberalisme, sekularisme sebagai tantangan bagi Islam politik,” tambahnya.

Oleh karena itu, ia berpesan, umat Islam semestinya tahu siapa kawan atau pun lawan. Dan tentu saja, sebagai Muslim, juga wajib merepresentasikan Islam dalam segala perbuatan dan tindakannya. “Jangan sampai berhenti untuk memulai dan jangan sampai memulai untuk berhenti,” tutur Umar.

Berikutnya, berkewajiban pula menemukan solusi yang salah satunya membuat rekomendasi untuk senantiasa membumikan syariat Islam. “Islam ini akan bisa menyelesaikan problem teror dunia yang hari ini diproduksi secara masif oleh ideologi kapitalisme,” tegasnya.

Memang, kata Umar, pekerjaan dimaksud tidak mudah. Pekerjaan tersebut membutuhkan keseriusan umat, lantaran ingkar atas berbagai stigma berbahaya bagi Islam adalah termasuk kewajiban.

Terakhir, agar tidak terjebak narasi politik AS, umat Islam tidak boleh membela diri dengan cara yang keliru. Semisal, terorisme yang jelas bertentangan dengan Islam, namun di sisi lain tidak mengakui jihad (yang berarti perang) sebagai salah satu bagian dari syariat Islam. “Umat Islam tidak boleh apologetik defensif, membela diri dengan cara yang keliru,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Share artikel ini: