Mediaumat.info – Direktur Siyasah Institute Iwan Januar menilai kebijakan rezim Jokowi tentang Ibu Kota Negara (IKN) tidak berpihak kepada rakyat, namun dikemas seolah-olah berpihak pada rakyat.
“Kita melihat bahwasanya di era Presiden Jokowi ini banyak kebijakan yang sama sekali tidak berpihak pada rakyat, tapi dikemas dengan bahasa ini kepentingan rakyat. Salah satunya proyek mercusuar IKN ini,” ujarnya dalam rubrik Dialogika: Masyarakat Diusir, Asing Diundang ke IKN; Rakyat vs Ologarki? di kanal YouTube Peradaban Islam ID, Sabtu (16/3/2024).
Sebegitu pentingnya IKN ini, kata Iwan, sampai-sampai menjadi undang-undang (UU) untuk dijadikan legacy (warisan) bagi para pemimpin berikutnya.
“Jadi kita melihat IKN ini satu proyek yang mercusuar dan akan menjadikan legacy oleh pemerintahan yang ada sekarang sampai untuk nanti berikutnya,” tuturnya.
Namun fakta yang ada di lapangan, lanjutnya, proyek IKN tidak memberikan dampak kesejahteraan kepada rakyat atau biasa dalam politik disebut bonum publicum, namun faktanya untuk kesejahteraan elite politik dan oligarki.
“Terutama dalam penyusunan UU yang dibuat dengan ngebut, seolah-olah hidup dan mati, seolah-olah kalau tidak ada IKN maka Ibu kota tidak berjalan, jadi seolah-olah Jakarta itu sudah tidak lagi berfungsi sebagai ibu kota,” lanjutnya.
Begitu ngebutnya, beber Iwan, sampai-sampai kemudian di dalamnya itu banyak hal-hal yang ketika sekarang ini diimplementasikan itu ternyata merugikan masyarakat. “Dengan atas nama hukum dan pembangunan nasional,” jelasnya.
Kontradiksi
Menurut Iwan, terkait IKN ini ternyata ada kontradiksi dengan apa yang sudah terjadi di lapangan dan akan terjadi di lapangan kelak.
“Misalnya bahwa IKN ini akan menjadi pusat ekonomi di Indonesia, tapi kita melihat IKN ini saja keberadaan berdiri itu sudah akan mengancam lingkungan hidup yang nanti akan mengancam kehidupan masyarakat,” ujarnya.
Dengan adanya IKN ini, kata Iwan, maka bisa diprediksi akan terjadi pencemaran dan perusakan lingkungan, risiko kebakaran hutan, pencemaran minyak dan limbah, penurunan tanah terutama di kawasan pesisir laut, dan juga lubang-lubang tambang yang tidak ditutup.
“Ini akan menjadi persoalan besar di lingkungan itu, jadi kalau dikatakan IKN itu akan menjadi pusat ekonomi, ini sudah terjadi namun sebaliknya, kalau nanti IKN berdiri akan ada lebih dari 10.000 nelayan di Kalimantan terancam kehilangan penghasilan,” bebernya.
Green City
Kontradiksi lainnya, menurut Iwan, terkait pembangunan IKN ini menjadi green city (kota hijau), dengan menjadikan 70 persen dari IKN yang luasnya 250 hektare sebagai kawasan perhutanan.
“Pertanyaannya dari 250 hektare itu 70 persennya akan dijadikan hutan. Nah, 30 persennya kan sudah dibangun infrastruktur. Artinya, ada fungsi lahan di situ, ya jangankan 30 persen dari sekian ratus hektare, 10 persen saja itu sudah menciptakan kondisi yang tidak sama lagi. 30 persen itu sudah mengancam ekosistem!” pungkasnya. [] Setiyawan Dwi