Mediaumat.id – Pengamat Hubungan Internasional Budi Mulyana menilai ibu kota negara (IKN) baru di Kalimantan Timur lebih rentan terhadap ancaman dibanding dengan ibu kota yang sekarang ada di Jakarta.
“Ibu kota negara yang rencananya pindah ke sana dalam pandangan saya lebih rentan terhadap ancaman dibanding dengan ibu kota yang sekarang ada di Jakarta,” paparnya dalam program Kabar Petang IKN dan Problem Geostrategis, Kamis (27 /1/2022) di kanal YouTube Khilafah News.
Menurutnya, dari sisi geografis, Kalimantan Timur adalah daerah dekat dengan perbatasan. “Dulu berbatasan langsung dengan Malaysia, tapi sekarang ada Kalimantan Utara yang menjadi bumper. Kemudian dekat dengan Filipina, kemudian dekat dengan daerah konflik di Laut Cina Selatan. Belum lagi, akses terhadap lautan itu dekat dengan selat yang menghubungkan antara Samudra Pasifik di utara Filipina ke arah Samudra Hindia, lautan dalam Selat Karimata,” tuturnya.
Menurutnya, Selat Karimata ini adalah selat dalam yang itu mudah diakses oleh kapal selam. “Sepengetahuan saya, radar kapal selam Indonesia itu kan masih lemah. Dan itu lautan yang dalamnya di atas 2.000-3.000 meter ke dalaman laut. Sering kali juga didapati kapal-kapal selam asing itu dia melewati tanpa memenuhi kaidah hukum internasional,” jelasnya.
“Betul bahwa lewat jalur laut kepulauan Indonesia itu kan tanpa izin, bagian dari innocent passage (lintas damai) tapi ada aturan juga innocent passage bahwa kapal selam tidak boleh nyelam harus naik,” tegasnya.
Budi menilai bahwa innocent passage ini sering dilanggar oleh negara-negara yang punya kekuatan kapal selam tenaga nuklir. Ini juga seharusnya sudah menjadi catatan yang harus diperkuat ketika ibu kota Indonesia itu akan ada di daerah sana.
“Di Jakarta kan lautnya laut dangkal. Hanya 200 meter kedalaman laut. Jadi antisipasi keamanan lautnya lebih aman dibandingkan dengan Selat Karimata,” jelasnya.
Dari sisi sistem pertahanan keamanan, Budi menegaskan, perlunya menyiapkan ibu kota yang baru itu memiliki sistem pertahanan yang memadai. Harus dipikirkan bagaimana penempatan pasukan-pasukan strategis yang bisa digerakkan dengan cepat di kisaran ibu kota.
“Seperti misalkan di Jakarta kan ada dari Angkatan Darat, batalyon- batalyon mekanis yang ditempatkan di seantero sekeliling ibu kota negara sehingga kalau ada kejadian tertentu pergerakan pasukan itu harus bisa dilakukan secara cepat,” contohnya.
Dari aspek angkatan udaranya, lanjut Budi, Jakarta kan punya pangkalan udara Halim di pinggiran yang langsung. Kemudian juga dari akses laut salah satu pangkalan armada laut itu di Tanjung Priok yang memang semuanya ada di kisaran ibu kota.
Menurutnya, meski untuk sementara bisa menggunakan tempat-tempat strategis terdekat semisal ke Samarinda yang di situ ada pelabuhan laut atau pangkalan udara, tapi akan ada persoalan di alokasi pasukan. “Mau tidak mau ini memang harus dipikirkan dengan matang,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun