Mediaumat.id – Surat perintah penangkapan terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin yang dikeluarkan oleh Mahkamah Kriminal Internasional (International Criminal Court/ICC), terkait tuduhan atas kejahatan perang utawa dilakukan di Ukraina, dinilai bakal sulit direalisasikan.
“Sulit ICC dapat merealisasikan penangkapan terhadap Putin,” ujar Pengamat Hubungan Internasional Budi Mulyana kepada Mediaumat.id, Selasa (21/3/2023).
Padahal, sambungnya, yang dilakukan ICC termasuk langkah progresif untuk menunjukkan perannya sebagai mahkamah internasional yang menangani kriminal tingkat global termasuk dugaan deportasi anak-anak dan pemindahan orang secara tidak sah dari wilayah Ukraina ke Federasi Rusia, sebagaimana dituduhkan.
Namun sekali lagi ia menegaskan akan sangat sulit direalisasikan, setidaknya karena dua alasan. Pertama, Rusia sendiri bukan anggota ICC. “Walau turut tandatangani Statuta Roma pada tahun 2000, Rusia keluar dari ICC ketika melakukan pendudukan terhadap Semenanjung Krimea 2016, karena ICC mengganggap Rusia mengategorikan tindakan Rusia sebagai konflik bersenjata,” ungkap Budi.
Kedua, secara kelembagaan ICC juga tidak cukup kuat. Sebabnya, eksekusi yang dilakukan Mahkamah Pidana Internasional, menurutnya sangat bergantung pada negara anggota dan PBB.
Semisal, ketika Rusia pada waktu yang sama adalah anggota tetap DK PBB, maka sulit bagi ICC untuk bisa merealisasikan penangkapan Putin.
Lagipula, kata Budi, kategori kejahatan perang yang menjadi ranah ICC, tambah Budi, masih membutuhkan dukungan politik internasional dalam implementasinya.
Dengan kata lain, pengaruh negara adidaya sangat dominan dalam implementasi hukum internasional, termasuk hukum kriminal internasional yang menjadi ranah ICC.
“Hal ini menjadi sulit dilakukan bila pelaku kejahatan perangnya adalah negara adidaya itu sendiri, semisal Amerika Serikat, Inggris dan sekutunya,” terangnya.
Sementara, sambungnya, secara nyata negara adidaya tersebut pun kerap melakukan kejahatan perang seperti dimaksud.
Absurd
“Inilah absurdnya hukum internasional. Dia tidak bisa benar-benar memerankan dirinya untuk bisa dijadikan sandaran hukum,” tandas Budi.
Ditambah, agar konflik Rusia-Ukraina yang sudah berlangsung lebih dari setahun ini menemui jalan penyelesaian, ICC seperti didorong untuk memberikan tekanan politik terhadap Rusia.
“Barat tidak terlihat sungguh-sungguh ingin menuntaskan dengan segera. Mereka ingin melemahkan Rusia, tanpa harus keluar effort (upaya) yang terlalu besar,” urainya.
Di saat yang sama, ungkap Budi, Rusia pun ingin tetap menunjukkan bahwa wilayah Ukraina adalah wilayah pengaruhnya, tidak boleh Barat melewati batas yang akan dapat mengancam kepentingan nasionalnya.
Dengan demikian, ia memandang ICC tidak bakalan memperlakukan AS, Inggris dan sekutu-sekutunya atas kejahatan perang di Afghanistan dan negeri-negeri Muslim yang lain, misalnya, dengan tuduhan sama seperti yang disematkan kepada Rusia dalam hal ini Vladimir Putin.
“Ia (ICC), akan tetap menjadi alat bagi negara-negara sekutu (AS) untuk bisa mewujudkan kepentingannya. Tinggal sejauh mana konstelasi internasional sedang berjalan pada saat itu,” pungkasnya.[] Zainul Krian