Pengamat: Hamas Punya Hak Penuh Membela Tanah Palestina
Mediaumat.id – Menanggapi adanya sebagian pihak yang menyalahkan Hamas karena menyerang entitas Yahudi pada 7 Oktober lalu, Pengamat Politik Islam Dr. Riyan menegaskan Hamas punya hak penuh membela tanah Palestina.
“Hamas punya hak sepenuhnya untuk membela tanah di Palestina,” tegasnya di Kajian Peradaban Islam: Menguak Sejarah Cawe-Cawe Inggris dan Barat dalam Konflik Palestina, Kamis (9/11/2023) melalui kanal Youtube Peradaban Islam.
Riyan lalu menjelaskan mengapa Hamas punya hak membela tanah Palestina, karena tanah itu milik kaum Muslim.
Saat Khalifah Umar menaklukkan Syam termasuk wilayah Palestina pada 637 M, ucapnya, maka tanah Palestina menjadi tanah kharajiyyah, tanah yang dibebaskan oleh kaum Muslim melalui jihad fisabilillah. Sehingga tanah Palestina menjadi milik kaum Muslim yang berlaku sampai Hari Kiamat.
“Yahudi di mana-mana mengalami pengusiran bahkan sejak zaman Nabi Musa, dan mereka berupaya mencari tempat tinggal. Pada 1897 Yahudi diaspora membentuk kekuatan Zionis yang dipelopori Theodor Herzl dan berusaha untuk mendirikan negara Yahudi,” bebernya.
Riyan menerangkan, meski ide mendirikan negara Yahudi ini pada awalnya ditertawakan oleh kalangan Yahudi sendiri, tapi pada saat yang sama terus mengupayakan berdirinya negara Yahudi.
“Theodor Herzl datang ke Sultan Abdul Hamid ll untuk membeli tanah di Palestina namun ditolak secara tegas oleh Sultan meski dengan harga yang luar biasa,” imbuhnya.
Yahudi, lanjutnya, terus mencari cara agar bisa memiliki tanah di Palestina.
“Keluarga Roschild (Yahudi diaspora) men-suport dana untuk Inggris dalam melawan Jerman dan Daulah Utsmani di Perang Dunia l. Inggris mendapat kemenangan dan terjadilah penandatanganan Sykes-Picot yang memutilasi wilayah Utsmani di bawah protektorat Inggris dan Prancis. Khusus untuk Palestina menjadi tanah mandat internasional di bawah kekuasaan Inggris,” bebernya.
Dari fakta di atas, ujar Riyan, terlihat bagaimana campur tangan Inggris ketika tahun 1917 terjadi Deklarasi Balfour.
“Menteri Luar Negeri Inggris Arthur Balfour berkirim surat kepada Lord Rothschild (pemimpin komunitas Yahudi Inggris) yang intinya menyetujui pembentukan sebuah ‘rumah nasional bagi Yahudi’,” jelasnya.
Setelah Khilafah Utsmani runtuh pada 1924, terangnya, komunitas Yahudi dibantu Inggris bergerak cepat.
“Antara tahun 1930-an sampai 1940-an banyak orang Yahudi yang bermigrasi ke tanah Palestina dan pada 14 Mei 1948 Yahudi mendeklarasikan negara Yahudi,” bebernya.
Dari kronologi di atas, Riyan menyimpulkan bahwa cawe-cawe penjajah terhadap entitas Yahudi itu terang benderang. Dimulai dari Inggris dan sekutunya di awal PD l, kemudian ada estafet Amerika setelah tahun 1948 yang mengakui pendirian negara Yahudi dan membesarkan Yahudi, sehingga posisi Palestina menjadi lemah.
Lemah
Riyan menceritakan, di sisi lain setelah Inggris menang dalam Perang Dunia I dan membagi-bagi wilayah Utsmani, dunia Islam menjadi lemah.
“Mereka tidak bisa melakukan banyak hal untuk mencegah manuver yang dilakukan oleh Inggris dan Prancis baik dalam Deklarasi Sykes-Picot maupun Deklarasi Balfour,” sesalnya.
Inggris, ucapnya, benar-benar menguasai situasi pada saat itu sehingga bisa menentukan apa pun sementara yang lain hanya mengikuti.
“Saya kira ini menjadi pelajaran mahal, ketika kita lemah dan terpecah-belah, tidak memiliki kekuatan, akhirnya nasib kita ditentukan oleh yang lain,” tegasnya.
Ia menegaskan, bukan persoalan legal atau tidak, tapi saat Inggris memiliki kekuasaan, Inggris melakukan pemaksaan hingga berdiri negara Yahudi di tanah Palestina.
“Di situ kita melihat penjajahan begitu jahat terhadap rakyat Palestina dan pada fase-fase berikutnya semakin brutal dan kejam,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun