Pengamat: Bjorka Hanyalah Gimik Alihkan Berbagai Isu di Indonesia
Mediaumat.id – Sikap abai pejabat terhadap data yang dibocorkan oleh peretas (hacker) Bjorka dinilai Pengamat Kebijakan Publik Dr. Erwin Permana, S.P., M.E. hanya gimik belaka untuk mengalihkan berbagai isu di Indonesia seperti BBM dan kasus Sambo.
“Kalau bukan gimik pastinya para pejabat tersebut menjadi orang terdepan dalam menyuarakan dampak buruk dari Bjorka,” ungkapnya kepada Mediaumat.id, Senin (19/9/2022).
Menurutnya, kebocoran data akan berisiko terhadap kedaulatan negeri. Karena peretas sejati itu akan menggunakan data yang diretas untuk kepentingan strategis semisal penguasaan ekonomi, politik, dan regulasi suatu negara.
Setidanya ada lima macam data yang dibocorkan oleh Bjorka sebagaimana disiarkan oleh CNN Indonesia (14/9). Pertama, data pelanggan Tokopedia yang dibobol pada April 2020. Isinya adalah user ID, password, surel, hingga nomor telepon.
Kedua, 26 juta data pelanggan IndiHome. Isinya nama lengkap, surel, gender, nomor induk kependudukan (NIK), IP address, hingga situs apa saja yang dikunjungi.
Ketiga, 1,3 miliar data registrasi SIM card yang diklaim dibobol dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Isinya, NIK, nomor telepon, provider-nya, hingga tanggal registrasi.
Keempat, 105 juta data kependudukan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), 6 September. Isinya antara lain NIK, nomor kartu keluarga (KK), hingga nama lengkap.
Kelima, data surat rahasia untuk Presiden Jokowi pada periode 2019-2021, 9 September. Salah satunya adalah surat dalam amplop tertutup dari Badan Intelijen Negara (BIN).
Erwin menilai sikap tidak empatis para pejabat khususnya pada masalah kebocoran data ini karena seringkali jabatan itu dipahami sebagai fasilitas mewah untuk kepentingan pribadi, kelompok/partai.
“Jabatan tidak dipahami sebagai amanah mengurus urusan masyarakat yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah,” jelasnya.
Karena itu, jika negeri ini diurus oleh orang-orang semacam itu maka negeri ini terancam kehilangan kedaulatan.
“Hilang rasa nyaman dan aman sebagai warga negara berganti ketakutan. Kekisruhan tak dapat dikendalikan,” pungkasnya.[] Ade Sunandar