Penerapan Syariah Islam Menyebabkan Perpecahan dan Konflik?
Oleh: Achmad Fathoni (Direktur El Harokah Research Center)
Ada sejumlah tudingan dari kalangan liberalis bahwa cita – cita umat Islam penerapan syariat Islam secara kaffah akan memicu meruncingnya disintegrasi bangsa. Namun bila dicermati, disintegrasi bangsa sebenarnya sangat tidak berhubungan dengan masalah penerapan syariat Islam. Misalnya, lepasnya Timor Timur bukan disebabkan oleh masalah penerapan syariat Islam. Masalah disintegrasi yang dibenturkan dengan masalah penerapan syariat Islam sebenarnya merupakan lagu lama yang dirilis ulang. Kita masih ingat sejarah ketika pada tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah Indonesia merdeka, terjadi manuver licik yang dilakukan oleh PPPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dengan modus bahwa kalau ketetapan BPUPKI yang memuat “kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” ditetapkan sebagai konstitusi negara, golongan Kristen dan Katolik dari Indonesia bagian Timur akan memisahkan diri dari negara kesatuan Indonesia karena merasa didiskriminasikan. Akhirnya, Piagam Jakarta disingkirkan. Begitu pun di orde reformasi, Timor Timur memisahkan diri juga. Ancaman semacam ini memang akan dijadikan senjata pamungkas untuk menolak penerapan syariat Islam. Kalau umat Islam berhenti berjuang untuk menerapkan syariat Islam karena diisukan menyulut disintegrasi bangsa, maka kita akan terperosok untuk yang kedua kalinya pada lubang yang sama.
Bila tuduhan tersebut keluar dari mulut orang kafir barangkali dapat dimaklumi. Namun, jika keluar dari ucapan seorang muslim patut kita bertanya apakah betul ucapan tersebut bahwa Islam tidak dapat menyatukan manusia? Padahal, dulu sebelum Islam datang, kabilah-kabilah senantiasa saling bermusuhan. Tak henti-hentinya. Tetapi, setelah diutusnya Rasul dan berhasil mendirikan pemerintahan Islam di Madinah, sejarah mencatat Islam berhasil menyatukan manusia dari berbagai jenis tersebut. Ini adalah sejarah, realitas! Bahkan, mampu menyatukan 2/3 dunia. Tuduhan jika Islam diterapkan akan menyebabkan disintegrasi sama saja dengan menolak realitas keberhasilan Islam menyatukan berbagai bangsa. Menolak realitas sama saja dengan penolakan seseorang dilahirkan oleh seorang ibu.
Lebih dari itu, Allah Swt. menegaskan bahwa yang dapat menyatukan itu adalah Islam itu sendiri (hablum minallâh). Berpegang pada Islam menyatu, melepaskan Islam bercerai-berai. Allah Swt. berfirman:
﴿وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا﴾
“Dan berpegang teguhlah kalian kepada tali Allah (Islam) semuanya dan janganlah bercerai-berai”. (QS Ali ‘Imran[3]:103).
﴿وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُوْا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ﴾
“Dan bahwa inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kalian bertaqwa.” (QS al-An’âm[6]:153).
Jadi, manakah yang layak dipercaya, apakah pernyataan manusia “Jika diterapkan Islam akan terjadi cerai-berai/desintegrasi” ataukah firman Allah Zat Mahabenar yang menyatakan bahwa justru jika Islam ditegakkan akan terbentuk kesatuan dan jika tidak akan tercerai-berai?[]