Oleh: Dede Wahyudin (Tabayyun Center)
Indonesia dalam kondisi darurat energi dampak dari liberalisasi SDA. Senyatanya syariah Islam akan mampu menyelamatkan Indonesia dan memupus penjajahan. Ambil contoh kasus: masalah pengerukan kekayaan alam oleh asing atau swasta; dominasi pemilik modal dalam kehidupan bernegara; intervensi asing lewat ideologi maupun UU, penjajahan budaya, dan jebakan utang. Bagaimana penerapan syariah Islam bisa membebaskan Indonesia dari semua itu?
Eksploitasi kekayaan alam yang ada selama ini didominasi oleh (swasta) asing. Hasilnya lebih banyak mengalir ke luar negeri dan memakmurkan asing. Sebaliknya, rakyat lebih banyak melongo dan mendapatkan remah-remahnya saja. Padahal merekalah pemilik kekayaan alam itu. Syariah Islam akan bisa memupus semua itu. Hal itu karena syariah menetapkan kekayaan itu sebagai milik umum/bersama seluruh rakyat. Kekayaan alam itu bukan dan tidak boleh dimiliki oleh negara, swasta apalagi asing. Negara dalam ketentuan syariah hanyalah pihak yang mengelola kekayaan alam itu sebagai wakil dari rakyat. Hasilnya, semuanya dikembalikan kepada rakyat; misalnya dalam bentuk berbagai pelayanan dan fasilitas.
Saat syariah diterapkan maka konsesi atas eksploitasi kekayaan alam yang sudah dibuat oleh sistem sebelumnya wajib dibatalkan dan selanjutnya pengelolaan kekayaan alam itu diletakkan di bawah negara sebagai wakil dari rakyat. Dengan ketentuan tentang kepemilikan umum dan pengelolaannya itu, maka eksploitasi kekayaan alam bisa dibebaskan dari cengkeraman asing (swasta) dan diselamatkan untuk kesejahteraan rakyat dan generasi yang akan datang.
Di negara-negara yang mengadopsi demokrasi kapitalis, termasuk negeri ini, sering kebijakan negara lebih banyak berpihak kepada para pemilik modal; ambil contoh UU SDA, UU Kelistrikan, UU Penanaman Modal, penghapusan subsidi, dsb. Hal itu karena demokrasi senyatanya adalah sebuah industri politik. Untuk menjalankan roda demokrasi itu perlu biaya besar. Di situlah para pemilik modal tampil menyediakan biaya bagi para politisi yang berlaga di panggung industri politik tersebut. Dengan jalan itu, para pemilik modal itu berlaku layaknya komisaris atau pemilik modal, sementara para politisi bertindak sebagai para direktur atau manajemen yang menjalankan industri politik itu.
Syariah Islam saat diterapkan akan menghilangkan fenomena seperti itu. Syariah akan mengganti sistem politik dari sistem politik demokrasi dengan sistem politik Islam. Sistem politik Islam tidak akan menjelma menjadi industri politik, karena rendah biaya, dan para politisi, khususnya wakil rakyat di Majelis Umat, tidak memiliki wewenang membuat hukum dan undang-undang. Pemilihan mereka tidak lain untuk menjalankan fungsi muhâsabah (koreksi, kritik) dan menyampaikan pendapat kepada penguasa. Dengan demokrasi di-off kan, lalu digantikan dengan sistem politik Islam, maka dominasi para pemilik modal bisa dipupus. Dengan penggantian sistem politik itu, intervensi (asing) dengan jalan uang juga bisa dihalangi.
Segala bentuk intervensi asing, dengan penerapan syariah, akan bisa diblok. Intervensi melalui ideologi tidak bisa jalan karena secara syar’i haram mencari sistem hidup (ideologi) dari luar Islam (QS Ali Imran [3]: 85). Intervensi melalui politik pun ditutup dengan larangan memberikan jalan kepada kaum kafir untuk mengintervensi dan mengendalikan kaum Muslim (QS an-Nisa’ [4]: 141). Intervensi melalui UU juga tidak akan bisa jalan. Sebab, dalam sistem syariah, wakil rakyat tidak berhak membuat undang-undang dan yang menjadi patokan adalah syariah, yakni hukum yang bersumber dari al-Quran dan as-Sunnah. Legislasi hukum atau UU oleh Khalifah pun tidak boleh menyalahi al-Quran dan as-Sunnah dan harus melalui proses istinbâth hukum yang benar. Karenanya, legislasi hukum (UU) tidak akan bisa dilakukan sesuai dengan kehendak Khalifah atau pihak lain apalagi asing.
Dengan syariah, intervensi melalui jebakan utang luar negeri juga bisa dihindari. Sebab, syariah hanya membolehkan utang luar negeri dengan syarat tanpa riba (bunga) dan tidak bisa menjadi jalan untuk intervensi dan mengendalikan kaum Muslim.
Selama ini, akibat penerapan sistem Kapitalisme serta adanya dominasi pemilik modal dan intervensi asing, yang muncul adalah banyaknya kebijakan yang memiskinkan rakyat dan sebaliknya, lebih menguntungkan pemilik modal dan asing. Dengan penerapan syariah semua itu bisa dihentikan, seperti penjelasan di atas. Selanjutnya, sistem ekonomi Islam diterapkan, dan kebijakan-kebijakan yang pro-rakyat diberlakukan, karena keberadaan penguasa memang untuk mengurusi dan memelihara kepentingan rakyat. Ibn Umar menuturkan, Rasul saw. pernah bersabda:
اْلإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang diurusnya (HR al-Bukhari dan Muslim).
Syariah pun akan bisa membebaskan Indonesia dari penjajahan budaya. Hal itu terjadi dengan penerapan sistem pergaulan Islam.[]