Penembakan Massal Marak, AS Hadapi Peningkatan Rasisme

 Penembakan Massal Marak, AS Hadapi Peningkatan Rasisme

Mediaumat.id – Maraknya penembakan massal terhadap etnis berbeda dinilai sebagai salah satu bukti di Amerika Serikat menghadapi peningkatan rasisme dan diskriminasi. “Sebagian kasus penembakan massal dilatarbelakangi politik dan ideologi, seperti rasisme dan diskriminasi. AS hadapi peningkatan rasisme dan diskriminasi,” tutur Direktur Siyasah Institute Iwan Januar kepada Mediaumat.id, Selasa (7/6/2022).

Ia pun menyebut salah satu contohnya. “Serangan ke sebuah supermarket di Buffalo, New York dan Gereja Presbiterian Jenewa di Laguna Woods, yang menewaskan 10 orang warga kulit hitam didasari rasisme,” ujarnya.

Pelaku serangan, kata Iwan, Payton Gendron (18 tahun) pendukung supremasi kulit putih. Ia sudah merilis manifesto 180 halaman yang merinci pandangan rasis dan anti-Semitnya.

Untuk mendukung argumennya, Iwan pun mengutip data dari liga anti-kebencian ADL. “Liga Anti-Defamasi atau ADL pada tahun 2020 menyebutkan telah terjadi peningkatan propaganda rasisme menjadi dua kali lipat tahun lalu,” katanya.

Dalam laporan terbaru, lanjutnya, liga anti-kebencian itu mencatat sebanyak 2.713 kasus kebencian terjadi tahun 2019. Hanya dalam 2 tahun terakhir, propaganda supremasi kulit putih di Amerika naik menjadi rata-rata 7 kasus dalam satu hari. 

Kepemilikan Senjata

Iwan juga heran terhadap pemerintah AS, berkali-kali terjadi penembakan massal, namun tidak ada peraturan terkait pelarangan kepemilikan senjata. “Walau sudah berkali-kali terjadi penembakan massal, tapi pemerintah AS tetap tidak melakukan pelarangan kepemilikan senjata. Bahkan pembatasan dan pengetatan pun tidak dilakukan. Kepemilikan senjata oleh warga AS memang mencengangkan,” terangnya.

Berdasarkan survei 2017, lanjut Iwan, tak kurang dari 40 persen warga AS mengaku punya senjata api atau tinggal di rumah yang menyimpan senpi. Diduga, penduduk di AS menyimpan sekitar 270 juta pucuk senpi. Jumlah itu adalah yang terbanyak di sekeliling jagat. Di Eropa, penduduk Swiss dan Finlandia memiliki senjata terbanyak.

Ia mengatakan, AS mempunyai kebijakan yang berbeda dengan negara lain. “Beda dengan negara lain, AS sejak tahun 1788 mengizinkan warganya memiliki senjata api sesuai amanat amandemen kedua. Tujuan peraturan itu adalah untuk memberdayakan milisi di negara bagian yang dulu berjasa mengusir Inggris dari tanah Amerika,” terangnya.

Aturan itu, lanjutnya, menghilangkan kewenangan untuk melucuti senjata warga negara yang ingin membela diri. Sebagian rakyat AS yang mendukung kepemilikan senjata sipil merasa amandemen kedua konstitusi AS berhasil menegaskan hak-hak mereka.

Terakhir, ia mengatakan, konstitusi tersebut didukung oleh NRA, yang didirikan pada tahun 1871 oleh dua veteran Perang Saudara AS.

“Konstitusi ini diperkuat dengan kehadiran asosiasi kepemilikan senjata terbesar di AS, National Rifle Association (NRA). Kelompok ini didirikan pada tahun 1871 oleh dua veteran Perang Saudara AS. Tujuannya sebagai kelompok rekreasi untuk mempromosikan dan mendorong aktivitas menembak secara ilmiah,” pungkasnya.[] Nur Salamah

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *