Mediaumat.id – Rentetan tragedi penembakan massal yang terjadi di Amerika Serikat (AS), dinilai Pengamat Politik Ummu Aisyah sebagai imbas dari legitimasi kekerasan yang dipertontonkan oleh negara.
“Pokok permasalahannya adalah pada legitimasi kekerasan yang dipertontonkan oleh negara, yang menjadi pembenaran bagi warganya,” ujarnya kepada Mediaumat.id, Selasa (5/6/2022).
Peristiwa terbaru kali ini pun sama, tindakan yang ia anggap sebagai brutalisme tersebut kembali memakan korban. Tidak hanya di sekolah, namun ini terjadi saat sedang parade hari kemerdekaan 4 Juli 2022 yang dibanggakan warga Amerika Serikat.
“Kejadian di Highland Park, Chicago ini membuat luka mendalam bagi warga Amerika Serikat,” terangnya, melansir kesedihan Nancy Rotering, wali kota setempat yang menyatakan, tak sepantasnya ini terjadi di hari ‘kebebasan’ AS.
Ummu Aisyah menambahkan, tragedi itu terjadi hanya sebulan setelah penembakan mematikan di Uvalde, Texas dan Buffalo, New York. Bahkan sepekan, tepatnya tanggal 25 Juni 2022, setelah Joe Biden mengesahkan undang-undang bipartisan tentang pengendalian senjata di Amerika setelah disetujui DPR dan Senat.
Undang-Undang ini antara lain akan mengatur pengetatan prosedur pemeriksaan latar belakang bagi calon pembeli senjata yang memenuhi batas usia.
Namun demikian, tidak lantas mengenyampingkan faktor kebebasan kepemilikan senjata yang telah diatur. Karena memang, menurut Ummu Aisyah, tidak semua orang yang memiliki senjata pasti melakukan kriminalitas.
Tetapi meski seseorang memiliki kematangan diri, perilaku terkendali, serta mampu untuk tidak menggunakan senjata dengan tujuan kejahatan sekalipun, sambungnya, tentu berpotensi memiliki pemikiran sama dengan apa yang dipertontonkan negara perihal legitimasi kekerasan dimaksud.
Sebutlah bagaimana AS merasa legal yang tetap melakukan invasi ke Irak pada 2003 silam, sekalipun tidak terbukti ada senjata pemusnah massal. “Bukankah dunia menyaksikan bagaimana tentara Amerika Serikat dengan ‘gagah berani’ menembaki warga Irak yang mereka klaim sebagai teroris?” ulasnya.
Tak hanya itu, aksi ‘heroik’ tentara AS juga dipertontonkan di Afghanistan. Sehingga kembali ia menyebutkan, propaganda perang melawan terorisme telah memberikan motivasi bagi warganya untuk bersikap remeh terhadap nyawa demi membela kebenaran versi Amerika.
“Ya, propaganda Amerika Serikat dan Barat perang melawan terorisme telah berbuah ideologi kekerasan tanpa kendali,” tandasnya sekaligus menyayangkan hal itu.
Pasalnya, kata Ummu Aisyah lebih lanjut, yang mereka maknai sebagai terorisme sebenarnya adalah ideologi Islam yang saat ini tak ada satu pun negara menegakkannya.
Tak ayal, AS dan Barat saat ini telah menjadikan ideologi Islam ini sebagai monster. Dengan kata lain, seperti bermain dengan hantu atau monster menakutkan hasil rekayasa mereka sendiri.
Sementara, di saat bersamaan AS dan Barat melalui badan-badan internasional juga merekayasa peristiwa-peristiwa politik yang bakal digiring sesuai dengan opini yang mereka inginkan.
Artinya, tanpa sulit umat untuk memahami, AS dan Barat mampu merekayasa konflik suatu negeri yang selanjutnya memelihara konflik dimaksud tanpa solusi. “Semua demi eksistensi ideologi kapitalisme mereka,” tegasnya lagi.
Lantaran itu, Ummu Aisyah menerangkan, peristiwa penembakan massal sesungguhnya memang buah dari propaganda perang melawan terorisme yang dilakukan AS sendiri.
“Sama halnya propaganda perang melawan terorisme, sejatinya, inilah guru kekerasan dan brutalisme yang mengajarkan kepada semua manusia di dunia ini untuk melakukan kekerasan dengan legitimasi sepihak,” urainya.
Maka itu, sekali lagi ia menyampaikan, sungguh baginya duka mendalam atas korban kekerasan bersenjata pada warga AS.
Namun ketahuilah, tambahnya, luka borok yang telah membusuk selama ini telah dipelihara oleh AS dan Barat. Adalah warga Palestina, Irak, Suriah, dan belahan dunia lain yang menderita akibat perang melawan terorisme ala AS dan Barat.
Untuk itu, yang menjadi catatannya, selama AS dan Barat terus mempropagandakan perang melawan terorisme, yang dibacanya sebagai perang melawan Islam, maka duka tak akan pernah berhenti menggelayuti mereka.
“Ingatlah ini akibat ulah ideologi kekerasan kapitalisme anda sendiri!” serunya.
“Karenanya, hendaknya Amerika Serikat dan Barat menyadari kebobrokan ideologi ini dan berupaya menghentikan penjajahan atas dunia yang mengatasnamakan demokrasi dan perdamaian” pungkasnya.[] Zainul Krian