Peneliti Ini Ungkap Faktor yang Membuat Rupiah Semakin Melemah

Mediaumat.news – Peneliti Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak mengungkap faktor-faktor yang membuat rupiah semakin melemah.

“Pelemahan nilai tukar rupiah belakangan ini lebih disebabkan oleh sentimen investor asing di Indonesia yang melepas kepemilikan aset investasi portofolio mereka. Sebab mereka melihat ada kemungkinan bank sentral Amerika Serikat, The Fed, akan menaikkan suku bunga acuan di negara itu,” ujarnya kepada Mediaumat.news, Ahad (30/05/2021).

Menurutnya, spekulasi mengenai kenaikan itu meningkat setelah beberapa data menunjukkan pemulihan ekonomi di negara itu. Data inflasi di negara itu naik cukup tinggi, yaitu 4,2 persen, tertinggi dalam 12 tahun terakhir. Selain itu, angka pengangguran juga mengalami tren penurunan dengan posisi terakhir 6 persen pada bulan April.

Ishak menyebut, fluktuasi nilai tukar rupiah menjadi lazim terjadi akibat spekulasi para investor di pasar modal, yang memiliki peran besar terhadap kepemilikan surat utang pemerintah dan saham yang diperdagangkan di pasar modal. “Mereka dengan cepat menjual aset mereka jika ada potensi keuntungan di negara lain, demikian pula sebaliknya,” bebernya.

Karena Indonesia menganut kurs mengambang, ungkap Ishak, jadinya nilai tukar rupiah terombang-ambing tidak stabil. Pada akhirnya yang dirugikan adalah para pelaku ekonomi. Perkiraan nilai utang, pendapatan ekspor, pengeluaran untuk impor menjadi tidak pasti.

“Rakyat juga terkena dampaknya sebab banyak produk-produk yang mereka konsumsi berasal dari impor. salah satunya adalah kedelai,” jelas Ishak.

Ishak menegaskan, fenomena naik turunnya nilai tukar rupiah, yang merugikan pelaku ekonomi ini, akan selalu terjadi selama standar moneter yang digunakan Indonesia dan negara-negara di dunia masih mengacu pada standar mata uang kertas.

“Anehnya, meskipun fluktuasi ini selalu membuat pening pemerintah dan Bank Indonesia, namun mereka tetap mempertahankan standar ini, mengikuti standar yang dibuat oleh IMF yang disponsori negara-negara Barat, yang dikontrol oleh para pemodal besar. Padahal standar ini sudah mulai ditinggalkan seperti yang ditunjukkan oleh semakin maraknya penggunaan mata uang kripto, meskipun juga sarat masalah,” kata Ishak.

Padahal, tegas Ishak, solusinya sudah jelas, seperti yang diajarkan di dalam Islam, standar moneter yang hakiki adalah emas dan perak. Dan sudah terbukti mata uang ini stabil dalam jangka panjang, inflasi rendah terkendali, sehingga dampaknya terhadap ekonomi jauh lebih baik dibandingkan mata uang kertas ataupun mata uang kripto.

“Inilah salah satu kehebatan ajaran sistem Islam, namun tidak dapat dirasakan akibat sistem tersebut tidak diterapkan di muka bumi ini,” pungkas Ishak.[] Fatih Solahuddin

Share artikel ini: