Mediaumat.news – Berulangkalinya pemerintah melelang Surat Utang Negara (SUN) yang terbaru green shoe option (SUN tambahan) pada Rabu lalu dengan target serapan utang RP28 triliun dinilai sebagai konsekuensi pengelolaan negara yang mengadopsi sistem kapitalisme.
“Pemerintah saat ini mengadopsi sistem kapitalisme liberal. Sehingga segala bentuk kebijakan (kapitalistis) dilakukan untuk mengelola negara, termasuk menggunakan utang riba dalam menutup defisit APBN,” Peneliti dari Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak kepada Mediaumat,news, Kamis (4/3/2021).
Di sisi lain, menurut Ishak, kekayaan alam melimpah milik umat yang seharusnya wajib dikelola negara malah diberikan kepada para investor swasta atau asing.
Ia mengkhawatirkan bahaya utang negara yang membesar ini akan semakin membebani rakyat, sebab bunga utang yang semakin besar itu dibayar oleh rakyat melalui pajak.
Selain itu, kata Ishak, belanja pembayaran bunga mengakibatkan peningkatan beban pengeluaran yang tidak produktif, yang notabene diberikan kepada para pemilik modal. Sementara itu, biaya untuk subsidi semakin kecil.
“Bahaya yang paling besar dari kebijakan penggunaan utang riba ini tentu saja kemurkaan Allah SWT, sebab negara ini semakin terlilit utang ribawi yang jelas diharamkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya,” beber Ishak.
Karena itu, Ishak menilai, perjuangan penegakan khilafah sangat relevan, sebab institusi itu akan menghapus praktik pengelolaan negara yang tidak sesuai dengan syariah seperti menggunakan utang riba dalam membiayai APBN. Khilafah juga akan mengoptimalkan pengelolaan SDA yang merupakan milik publik untuk meningkatkan pendapatan negara dengan tidak memberikannya kepada swasta atau asing.
Terakhir, ia menegaskan, penegakan khilafah sendiri merupakan satu-satunya metode untuk menerapkan Islam secara paripurna yang akan mengangkat derajat ekonomi dan kesejahteraan seluruh rakyat, tanpa pandang suku, agama, dan rasnya.[] Agung Sumartono