Mediaumat.news – Merespon wacana Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia yang akan melakukan redenominasi terhadap rupiah (penyederhanaan nilai rupiah), Peneliti dari Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKTA) Muhammad Ishak mengatakan redenominasi rupiah tidak mengubah kondisi riil nilai mata uang, sehingga tidak bisa membuat rupiah lebih dipercaya, kuat dan stabil.
“Saya kira karena redenominasi hanya masalah administrasi, sehingga tidak mengubah kondisi riil nilai mata uang,” ujarnya ketika ditanya, ‘Apakah redenominasi rupiah bisa membuat rupiah lebih dipercaya, kuat dan stabil sehingga ekonomi Indonesia bisa lebih maju?’ dalam acara Kabar Malam, Selasa (09/02/2021) di kanal YouTube News Khilafah Channel.
Menurut Ishak, wacana redenominasi yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategi Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024 itu, tujuannya adalah efisiensi pencatatan saja. Jadi keuntungannya dari sisi administrasi pembuatan statistik laporan keuangan bisa lebih praktis. “Sebenarnya adalah masalah teknis saja,” bebernya.
Ia menilai, redenominasi ini kaitannya dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika hanya mengurangi angka nol saja, tetapi pada substansi yang lain sama saja. Jadi tidak akan menggeser krisis dan resesi yang dialami Indonesia menjadi kondisi ekonomi yang stabil. “Jadi tidak ada perubahan substansi cuma ada perubahan nominal administrasi saja,” ungkapnya.
Ia menyebut, negara-negara yang pernah melakukan redenominasi juga tidak berhasil mempertahankan nilai tukar mata uang mereka. Sebagai contoh, Turki yang pada tahun 2005 meredenominasi mata uangnya dari 100.000 lira menjadi 1 lira, tapi setelah tujuh tahun kembali naik 700 persen.
Ishak menyarankan, kalau ingin betul-betul melakukan perubahan signifikan agar nilai tukar rupiah ini menjadi stabil, lebih kuat dan dipercaya, maka memang harus kembali ke sistem mata uang yang berbasis komoditas, dalam hal ini emas dan perak.
Terakhir ia mengatakan, kendala utamanya adalah sistem kapitalis sekarang ini yang menghambat kembalinya masyarakat kepada mata uang yang benar menurut Islam dan juga lebih rasional dari sisi ekonomi yaitu berbasis emas-perak atau dinar-dirham.[] Agung Sumartono