Mediaumat.id – Munculnya ancaman pembunuhan yang dilakukan Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang Hasanuddin kepada anggota Muhammadiyah di media sosial terkait perbedaan penentuan Hari Raya Idul Fitri 1444 H, dinilai tidak lepas dari sikap rezim yang tengah memainkan politik belah bambu atas umat Islam.
“Hal ini tidak lepas dari sikap rezim yang disadari atau tidak memainkan politik belah bambu terhadap umat Muslim,” ujar Direktur Siyasah Institute Iwan Januar kepada Mediaumat.id, Senin (24/4/2023).
Menurutnya, rezim tengah mendekati kelompok Islam tertentu dan menjadikannya sebagai bumper untuk menghadapi kalangan yang mengkritisi kekuasaan.
Lebih dari itu, tambah Iwan, sebagaimana anjuran lembaga pemikir (think thank) Amerika Serikat Research and Development (Rand Corporation), hal ini dilakukan rezim agar mendapat legitimasi secara agama dari kelompok Islam yang tengah dirangkulnya.
“Ini cara yang dianjurkan oleh Rand Corporation dalam menghadapi kelompok-kelompok Islam radikal,” ungkapnya, tentang dokumen berjudul ‘Civil Democratic Islam: Partner, Resource and Strategies’ yang muncul pada dekade 2003-an.
Sebelumnya sebagaimana diberitakan, melalui akun Facebook AP Hasanuddin, Andi menyampaikan komentar seperti ‘saya halalkan gak nih darahnya semua Muhammadiyah’ hingga ‘sini saya bunuh kalian satu-satu’.
Bertambah menjadi persoalan di Facebook ketika Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika BRIN Thomas Djamaluddin turut berkomentar. Eks kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) tersebut menilai, Muhammadiyah sudah tidak taat kepada pemerintah terkait penentuan Lebaran 2023. “Eh, masih minta difasilitasi tempat shalat Id. Pemerintah pun memberikan fasilitas,” tulis Thomas.
Polarisasi
Dengan demikian, sebut Iwan lebih lanjut, komentar peneliti BRIN ini menunjukkan bahwa di tanah air, khususnya di kalangan ASN, lembaga pemerintahan, sedang terjadi polarisasi ormas keislaman yang cukup tajam. Bahkan polarisasi itu mengarah pada pandangan dan sikap yang diskriminatif.
Artinya, upaya yang tengah dilakukan rezim ini termasuk dalam strategi Amerika Serikat (AS) dan sekutunya dalam hal membangun moderat jaringan Muslim dan menciptakan hubungan eksplisit antara tujuan dan keseluruhan strategi maupun program AS.
Tak ayal, dampak dari merasa mendapatkan sokongan dari kekuasaan, justru memperlebar polarisasi tersebut yang mengarah pula pada permusuhan terhadap kelompok Islam lainnya.
“Ada arogansi kekelompokan yang kita kenal dengan istilah fanatisme kelompok atau ta’ashub. Lantas muncullah pernyataan individual yang mencerminkan sikap demikian,” kata Iwan menerangkan.
Berikutnya, tentang siapa yang bertanggung jawab atas polarisasi ini, Iwan pun menegaskan, adalah rezim yang paling bertanggung jawab. Pasalnya, secara politis, mereka sedang memainkan intoleransi terhadap rakyatnya sendiri yang berbeda pandangan, terutama terhadap ormas-ormas Islam dengan menggunakan isu toleransi umat beragama.
“Cara-cara seperti ini efektif untuk melumpuhkan umat Muslim, di mana mereka akhirnya bertikai satu dengan yang lain, karena ada proses politik yang dilakukan oleh kekuasaan,” pungkasnya.[] Zainul Krian