Mediaumat.id – Peneliti Senior Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng menilai negara bangkrut sebab pengeruk sumber daya alam (SDA) dimanja dengan berbagai fasilitas dan insentif oleh rezim.
“Para pengeruk sumber daya alam dimanja dengan berbagai fasilitas dan insentif termasuk di bidang perpajakan. Negara bangkrut tapi pengeruk SDA makin kaya raya,” tuturnya kepada Mediaumat.id, Jumat (1/4/2022).
Daeng pun mengungkapkan fakta, yang menurutnya, pemerintahan Jokowi memanjakan pengeruk SDA dan secara sistematis membuat negara bangkrut.
“Pada 2013, setahun sebelum Jokowi jadi presiden penerimaan negara bukan pajak dari sumber daya alam senilai 226,4 triliun rupiah atau 15 persen dari total penerimaan negara senilai 1432,1 triliun rupiah.
Lima tahun Jokowi sebagai presiden, lanjutnya, penerimaan bukan pajak dari SDA turun menjadi 154,8 triliun rupiah atau 8 persen dari total penerimaan negara senilai 1955,1 triliun rupiah.
“Delapan tahun Jokowi berkuasa, penerimaan SDA tinggal seupil. Bayangkan tahun 2022 ini, penerimaan negara bukan pajak dari SDA diproyeksikan turun lagi menjadi 121,9 triliun rupiah atau sisa 6,5 persen dari total pendapatan negara,” sesalnya.
Padahal, menurut Salamudin, selama delapan tahun pemerintahan Jokowi adalah era habis-habisan dalam pengerukan sumber daya alam. Mulai dari batu bara, nikel, bauksit, tembaga, emas, migas, dan lain lain.
“Anda pasti kaget! Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sumber daya alam (SDA) tak pernah naik. Malah merosot dengan tajam. Turun bagaikan batu menggelinding ke jurang yang dalam,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, penerimaan negara bukan pajak dari sumber daya alam adalah penerimaan negara dalam bentuk bagi hasil atau royalti yang dapat diperoleh negara dari pengerukan kekayaan alam negeri ini.
“Ke mana kekayaan sumber daya alam mengalir? Apakah oligarki yang menguasai kekayaan alam Indonesia ini telah bertransformasi menjadi bandit keuangan yang menyimpan uang mereka di Panama Papers dan Pandora Papers? Lalu, ada ikatan apa mereka dengan Sri Mulyani sebagai tukang pungut bagi hasil dan royalti SDA? Ini harus diusut dengan tuntas,” tegasnya.
Jangan Cuma Memeras
Menurutnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani jangan cuma bisa memeras dan menginjak rakyat. Pajak rakyat dinaikkan. PPN diputuskan naik menjadi 11%. Rakyat diperas untuk mengatasi defisit APBN yang melebar alias sobek. Sementara bandit SDA sekarang malah mendapat pengampunan pajak (tax amnesty) jilid 2 untuk mencuci harta hasil kejahatan keuangan mereka.
“Sekarang negara benar-benar kere, tapi utang pemerintah menggunung. Bukan hanya utang luar negeri namun juga utang dalam negeri. Dana haji, dana JHT, dana Jamsostek, dana Asabri, dan lain lain, dimakan APBN. Digunakan untuk gaji pejabat negara dan lain-lain,” kesalnya.
Daeng mengatakan, tahun ini dan tahun depan kalau tidak ada terobosan, dipastikan negara tak akan bisa bayar utang. Mau utang kepada BI sudah dilarang oleh IMF. Mau utang ke dalam negeri dana rakyat sudah banyak habis ditelan APBN, termasuk dana masyarakat di bank.
“Ayo usut tuntas dan tangkap bandit sumber daya alam Indonesia. Sita uang dari rekening yang mereka sembunyikan di luar negeri dengan mutual legal assitance (MLA) bukan diampuni dengan tax amnesty jilid 2. Ayo Sri Mulyani jangan ngumpet, ayo aparat hukum jangan sembunyi,” serunya.
Ia menjelaskan, MLA adalah alat memburu aset bandit keuangan yang disimpan di luar negeri di mana pun. Banditnya bisa ditangkap uangnya bisa disita.
“MLA telah disahkan DPR menjadi undang-undang. Jika MLA tidak dilaksanakan maka pemerintah Indonesia, menteri keuangan dan Presiden Jokowi dapat dituduh melanggar UU RI dan lebih sadis lagi dituduh sebagai bagian dari bandit keuangan internasional serta akan jadi buronan interpol,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun