Oleh: Abu Deedat Syihab, MH, Wakil Ketua KDK-MUI Pusat
Untuk mengetahui akar permasalahan gesekan umat beragama, mari kita lihat komentar tokoh-tokoh kristen di Indonesia dalam pendirian gereja dan misi penginjilan. Apa sebenarnya misi dan tujuan suatu gereja didirikan?
Dalam buku “ Bergerak Dalam Misi dan Penginjilan “ karangan Niko Njotorahardjo yang diterbitkan Yayasan Andi Jogyakarta halaman 85 menyebutkan sebagai berikut: “Penginjilan dengan Membuka Gereja Baru”. Dr C Peter Wagner dalam bukunya “ Penanaman Gereja untuk tuaian yang lebih besar “menyatakan “ satu-satunya metodologi Penginjilan yang paling efektif di bawah kolong langit ini adalah menanam gereja-gereja baru“ hal 86.
Gereja-gereja di Indonesia yang bertumbuh dengan cepat karena banyak membuka gereja baru adalah Gereja Pantekosta di Indonesia (GPDI), Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) dan Gereja Bethel Indonesia (GBI), hal 90.
Dean Wiebracht dalam bukunya “The world Beyond Your Walls“ edisi Indonesia berjudul “Menjawab Tantangan Amanat Agung“ diterbitkan Yayasan ANDI Yogyakarta tahun 1997.; Pedoman untuk Memobilisasi Gereja anda dalam Pekerjaan Misi. Sebuah gereja yang sungguh-sungguh mengemban mandat untuk memuridkan (pen. mengkristenkan ) segala bangsa. Sebuah gereja Amanat Agung menyadari bahwa penginjilan dunia bukan sekadar satu di antara banyak program gereja. Penginjilan dunia adalah sentral keberadaan gereja (hal 50).
Karena sebuah gereja amanat agung dengan sungguh-sungguh memuridkan segala bangsa, gereja menggerakkan sumber-sumber dayanya dalam penginjilan dunia. Sebuah gereja secara aktif berusaha menggandakan misionaris. Gereja ini melakukan apa yang dapat dilakukan untuk melihat lebih banyak pekerja di ladang tuaian. (hal 52 ).
International Crisis Group (ICG) melaporkan sebagai berikut: Akhir November 2010, International Crisis Group (ICG) merilis laporan berkode “Asia Briefing N°114”. lembaga yang bermarkas di Brussels Belgia ini mempublikasikan hasil investigasi yang panjang dari berbagai sumber bahwa akar masalah di balik insiden Ciketing itu adalah maraknya gerakan kristenisasi di Bekasi yang sebagian didanai dari luar negeri.
Dalam laporan berjudul “Indonesia: ‘Christianization’ and Intolerance”, ICG menyimpulkan bahwa salah satu faktor utama meningkatnya gesekan antarumat beragama di Indonesia adalah agresivitas Kegiatan penginjilan di daerah Muslim (Aggressive evangelical Christian proselytizing in Muslim strongholds). Mereka menjadikan orang-orang Muslim yang miskin sebagai obyek pemurtadan.
Dr. Walter Bonar Sidjabat, menerbitkan buku berjudul Panggilan Kita di Indonesia Dewasa Ini (Jakarta: Badan Penerbit Kristen, 1964). Melalui bukunya ini, Dr. Sidjabat menegaskan misi sejati kehadiran Kristen dan gereja-gereja mereka di seluruh pelosok Indonesia. Dalam pengantar bukunya, ia menulis: “Kita terpanggil untuk mengikrarkan iman kita di daerah-daerah berpenduduk berambut keriting, berombak-ombak dan lurus-lurus, di tengah penduduk berkulit coklat, coklat tua, kuning langsat dan sebagainya. Guna penuaian panggilan inilah gereja-gereja kita berserak-serak di seluruh penjuru Nusantara agar rakyat yang “bhineka tunggal ika”, yang terdiri dari penganut berbagai agama dan ideologi dapat mengenal dan mengikuti Yesus Kristus”. (Kutipan-kutipan dari buku Dr Sidjabat)
Bahwa kehadiran sebuah gereja bagi kaum Kristen bukanlah sekadar persoalan “kebebasan beribadah” atau “kebebasan beragama”. Banyak kalangan Muslim dan mungkin juga kaum Kristen sendiri yang tidak paham akan eksistensi sebuah gereja. Bahwa, menurut kaum Kristen, pendirian sebuah gereja bukan sekadar pendirian sebuah tempat ibadah, tetapi juga bagian dari sebuah pekerjaan Misi Kristen; agar masyarakat di sekitarnya “mengenal dan mengikuti Yesus Kristus”. dikatakan dalam buku ini: “Di atas Gereja terletak tugas pekabaran Injil. Pekabaran Injil adalah dinamis. Secara dinamis Gereja bertanggung jawab akan pekabaran Injil ke dalam, kepada orang-orang yang telah menjadi anggota-anggota tubuh Kristus (“ecclesia”) dan keluar, kepada orang-orang yang sedang menunggu, mengabaikan, menolak atau tidak acuh terhadap Yesus sebagai Juruselamat mereka.” (hal. 41). Bersambung….
Sumber: Tabloid MediaUmat Edisi 162