Pendidikan Islam is Terbaik

Oleh: Aminudin Syuhadak (Direktur LANSKAP)

Ketika banyak orang yang menginginkan perubahan atas kondisi pendidikan hari ini, sesungguhnya solusi terbaik hari ini adalah solusi Islami.

Dahulu peradaban Islam menjadi mercusuar untuk bangsa-bangsa lain selama lebih dari seribu tahun. Daulah mengeluarkan putra-putri yang menjadi pioner dan pemimpin dalam berbagai bidang semisal matematika, kesehatan, fikih dan ilmu astronomi. Dahulu bahasa arab menjadi bahasa resmi di daulah al-Khilafah dan menjadi kebanggaan bagi kaum terpelajar baik laki-laki maupun perempuan di dunia. Kota-kota al-Khilafah menjadi tujuan utama bagi orang-orang Eropa untuk belajar di sana.

Daulah islamiyah memikul tanggung jawab pendidikan putra-putri umat. Tujuan utama pendidikan dalam daulah al-Khilafah adalah menetapkan politik pendidikan yang bisa membangun kepribadian Islami degan aqliyah dan nafsiyah yang kuat. Berikutnya, daulah al-Khilafah akan mengembangkan kurikulum dalam bentuk yang bisa mengembangkan metode pemikiran, pemikiran analisis dan hasrat pada pengetahuan untuk meraih pahala dan keridhaan Allah SWT.

Terkait pembiayaan, di dalam Kitab al-Iqtishadiyyah al-Mutsla disebutkan bahwa jaminan atas pemenuhan kebutuhan dasar (hajah asasiyyah) bagi seluruh rakyat seperti pendidikan, keamanan dan kesehatan, berada di tangan negara. Ketentuan ini didasarkan pada sabda Nabi saw.:

الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Imam itu adalah pemimpin dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya (HR al-Bukhari).

Atas dasar itu, Khilafah harus menjamin setiap warga negara dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dengan mudah. Dalam konteks pendidikan, jaminan terhadap pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi seluruh warga negara bisa diwujudkan dengan cara menyediakan pendidikan gratis bagi rakyat. Negara Khilafah juga wajib menyediakan fasilitas dan infrastruktur pendidikan yang cukup dan memadai seperti gedung-gedung sekolah, laboratorium, balai-balai penelitian, buku-buku pelajaran, dan lain sebagainya. Negara Khilafah juga berkewajiban menyediakan tenaga – tenaga pengajar yang ahli di bidangnya, sekaligus memberikan gaji yang cukup bagi guru dan pegawai yang bekerja di kantor pendidikan. Para Sahabat telah sepakat mengenai kewajiban memberikan ujrah (gaji) kepada tenaga-tenaga pengajar yang bekerja di instansi pendidikan negara Khilafah di seluruh strata pendidikan. Khalifah Umar bin Khaththab ra. pernah menggaji guru-guru yang mengajar anak-anak kecil di Madinah, sebanyak 15 dinar setiap bulan. Gaji ini beliau ambil dari Baitul Mal.

Seluruh pembiayaan pendidikan di dalam negara Khilafah diambil dari Baitul Mal, yakni dari pos fai’ dan kharaj serta pos milkiyyah ‘amah. Seluruh pemasukan Negara Khilafah, baik yang dimasukkan di dalam pos fai’ dan kharaj, serta pos milkiyyah ‘amah, boleh diambil untuk membiayai sektor pendidikan. Jika pembiayaan dari dua pos tersebut mencukupi maka negara tidak akan menarik pungutan apapun dari rakyat.

Jika harta di Baitul Mal habis atau tidak cukup untuk menutupi pembiayaan pendidikan, maka Negara Khilafah meminta sumbangan sukarela dari kaum Muslim. Jika sumbangan kaum Muslim juga tidak mencukupi, maka kewajiban pembiayaan untuk pos-pendidikan beralih kepada seluruh kaum Muslim. Sebab, Allah SWT telah mewajibkan kaum Muslim untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran wajib—seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan—ketika Baitul Mal tidak sanggup mencukupinya. Selain itu, jika pos-pos tersebut tidak dibiayai, kaum Muslim akan ditimpa kemadaratan. Dalam kondisi seperti ini, Allah SWT memberikan hak kepada negara untuk memungut pajak (dharibah) dari kaum Muslim. Hanya saja, penarikan pajak dilakukan secara selektif. Artinya, tidak semua orang dibebani untuk membayar pajak. Hanya pihak-pihak yang dirasa mampu dan berkecukupan saja yang akan dikenain pajak. Orang-orang yang tidak memiliki kemampuan finansial yang cukup dibebaskan dari membayar pajak. Berbeda dengan negara kapitalis, pajak dikenakan dan dipungut secara tidak selektif. Bahkan orang-orang miskin pun harus membayar berbagai macam pajak atas pembelian suatu produk atau pemanfaatan jasa-jasa tertentu.

Selain itu, dharibah (pajak) dalam pandangan syariah Islam adalah pemasukan yang bersifat pelengkap, bukan sebagai pemasukan utama dalam APBN Khilafah. Negara hanya akan memungut pajak jika negara berada dalam keadaan darurat, yaitu ketika harta di Baitul Mal tidak mencukupi. Sebaliknya, dalam negara kapitalis, pajak dijadikan sebagai sumber penerimaan utama negara. Di negara-negara sekular-kapitalis, seperti Indonesia, pemasukan di sektor pajak mencapai kisaran 70-90% dari total pendapatan negara. Akibatnya, beban pembiayaan masyarakat dan industri semakin meningkat akibat banyaknya pungutan yang harus mereka tanggung.

Walaupun negara adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam penyediaan dan penyelenggaraan pendidikan bagi seluruh warganya, bukan berarti individu dilarang menyelenggarakan pendidikan secara mandiri. Setiap warga negara Khilafah diperbolehkan mendirikan sekolah, madrasah, pesantren atau lembaga-lembaga pendidikan serta menarik kompensasi atas jasa yang telah mereka berikan. Mereka juga diperbolehkan menyusun kurikulum dan mata pelajaran sendiri. Hanya saja, kurikulum dan mata pelajaran tersebut tidak boleh menyimpang dari akidah dan syariah Islam. Negara Khilafah mengawasi kurikulum dan mata pelajaran yang diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan swasta tersebut serta akan menindak dengan tegas siapapun yang mengajarkan pelajaran-pelajaran yang bertentangan dengan akidah dan syariah Islam.[]

Share artikel ini: