Pendapatan Kelas Menengah Turun, Pemerintah Tak Mampu Kelola Ekonomi

Mediaumat.info – Turunnya pendapatan masyarakat kelas menengah di negeri ini, dinilai banyak disebabkan oleh ketidakmampuan pemerintah di dalam mengelola perekonomian nasional.

“Penurunan kualitas hidup kelas menengah banyak disebabkan oleh ketidakmampuan pemerintah di dalam mengelola perekonomian nasional,” ujar Peneliti dari Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak kepada media-umat.info, Senin (2/9/2024).

Dengan kata lain, pemerintah lebih banyak menyerahkan perekonomian kepada mekanisme pasar termasuk pengelolaan barang dan jasa. Sebutlah penyelenggaraan pendidikan, pelayanan kesehatan, penyediaan kelistrikan maupun BBM, yang semestinya dikelola oleh negara.

Artinya, ada faktor lebih relevan yang menyebabkan kelas menengah di Indonesia jatuh ke level ekonomi rendah daripada sekadar gaya hidup mengandalkan sumber air minum dari kemasan, atau dampak dari maraknya judi online.

Sebagaimana diberitakan cnbcindonesia.com (30/8) sebelumnya, Bambang Brodjonegoro, ekonom senior sekaligus mantan menteri keuangan melihat ada banyak faktor yang menyebabkan kelas menengah di Indonesia jatuh ke level ekonomi yang lebih rendah. Selain karena efek banyaknya PHK, dia mengatakan hal yang jarang disadari sebagai penyebab adalah maraknya judi online dan ketersediaan fasilitas air minum.

Dampak dari Ketidakmampuan

Lantas terkait ketidakmampuan pemerintah di dalam mengelola perekonomian nasional, kata Ishak lebih lanjut, berdampak di antaranya, peningkatan harga barang, terutama kebutuhan pokok.

“Kenaikan inflasi yang tercermin pada peningkatan harga-harga mengalami peningkatan yang cukup signifikan terutama harga-harga pangan yang menjadi pengeluaran terbesar kelas menengah bawah,” paparnya.

Sekadar diketahui, inflasi sejak Januari 2020 hingga Juli 2024 mencapai 13 persen, sementara inflasi makanan mencapai 19 persen. Makin celaka, tambahnya, kondisi ini ditambah dengan peningkatan berbagai jenis pajak dan iuran-iuran yang dikenakan pemerintah, seperti kenaikan PPN dari 10 persen menjadi 12 persen.

Selain itu, ketidakmampuan pemerintah tersebut menjadikan makin mahalnya berbagai biaya untuk kebutuhan dasar seperti perumahan berikut tingkat suku bunga kredit yang juga bertambah tinggi.

“Tingkat suku bunga kredit yang semakin tinggi menyulitkan konsumen yang mengandalkan kredit untuk menopang kehidupan mereka,” imbuhnya, seraya menyinggung biaya kebutuhan sehari-hari seperti pendidikan, listrik dan BBM yang juga makin mahal.

Di sisi lain, lambatnya pertumbuhan ekonomi global dan domestik telah menyebabkan stagnasi upah dan gelombang PHK seperti yang terjadi pada industri tekstil.

“Upah riil di Indonesia cenderung stagnan atau tumbuh lambat dibandingkan dengan inflasi dan biaya hidup,” cetus Ishak.

Seperti halnya survei Bank Indonesia, pungkasnya, sekitar 59 persen pekerja melaporkan bahwa upah mereka tidak berubah pada semester pertama 2024. Bahkan pada semester kedua tahun 2023 persentase tenaga kerja yang tidak mengalami kenaikan upah sebesar 85 persen. [] Zainul Krian

 

Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: