Pendapat Hukum Terkait Pencopotan Kalapas Wajibkan Baca Al-Qur’an

Oleh, Chandra Purna Irawan,S.H.,M.H. (Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI & Sekjen LBH PELITA UMAT)

Penerapan syarat pembebasan berupa wajib baca Alquran di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Polewali Mandar (Polman), Sulawesi Barat. Menkumham Yasonna H Laoly menyatakan ketika wajib baca Alquran diterapkan sebagai syarat pembebasan itu melampaui kewenangan kalapas.
Yasonna pun menonaktifkan Kepala Lapas B Polman Haryoto yang menerapkan aturan wajib membaca Alquran bagi narapidana Islam yang menjalani pembebasan bersyarat. Aturan yang diterapkan tersebut ternyata berujung polemik dan menjadi pemicu kerusuhan di sana.

Sumber : https://m.republika.co.id/amp/ptmrbp377

Berkaitan dengan hal tersebut diatas saya akan memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut;

PERTAMA, bahwa penerapan aturan “wajib” baca Al-Quran sudah sesuai dengan Pasal 14 ayat (1) UU No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, mengatur mengenai hak narapidana di dalam lapas. “Narapidana berhak: a. melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya; b. mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani; c. mendapatkan pendidikan dan pengajaran;”. Tetapi penerapan aturan tersebut patut ditopang dengan kebijakan mempermudah narapidana dapat menunaikan syarat tersebut yaitu dapat membaca Al-Qur’an seperti tersedianya tenaga pengajar dan ketersediaan sarana.

KEDUA, bahwa saya menduga program baca Al-Qur’an adalah dalam rangka membentuk narapidana berkelakuan baik sesuai berdasarkan Pasal 82 Permenkumham 3/2018. Saya berpendapat bahwa pada pokoknya kalapas dapat diperkenankan membuat program bagi warga binaan agar tujuan terbentuk berkelakuan baik dapat tercapai.

KETIGA, bahwa penerapan syarat baca Alquran saya menduga bukan suatu kewajiban atau syarat mutlak bagi narapidana melainkan sebagai pendukung, oleh karena itu program tersebut patut didukung sebagai sebuah program langkah maju agar narapidana dapat membaca dan/atau mau belajar Alquran. Program tersebut sebagai stimulus atau rangsangan agar terpacu belajar membaca Al-Qur’an.

KEEMPAT, bahwa pernyataan Yasonna terkait Aturan yang diterapkan tersebut ternyata berujung polemik dan menjadi pemicu kerusuhan di sana.  Menurut saya perlu dibentuk tim investigasi dari unsur pemerintah dan independen apakah betul pernyataan Yasonna bahwa polemik dan kerusuhan tersebut dipicu oleh adanya program baca Al-Qur’an. Tim investigasi ini penting agar tidak menimbulkan praduga buruk dari masyarakat atau dikhawatirkan muncul praduga masyarakat Yasonna anti Al-Qur’an atau dikhawatirkan muncul praduga lain yaitu rezim anti Islam.

Wallahualam bishawab

IG/Telegram @chandrapurnairawan

Share artikel ini: