Pendapat Hukum (Legal Opinion) dari Pengadilan Internasional Melegitimasi Entitas Yahudi dan Mengakui Haknya untuk Eksis!

Pada Sabtu pagi (30/12), Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan suara mayoritas mengadopsi Rancangan Resolusi Palestina tentang permintaan pendapat hukum (legal opinion) dari Mahkamah Internasional tentang “hakikat pendudukan (Israel)”.

Pemantau tetap Negara Palestina untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Riyad Mansour, mengatakan: “Perserikatan Bangsa-Bangsa meminta, dengan pemungutan suara ini, pendapat hukum (legal opinion)  dari Mahkamah Internasional tentang pelanggaran atas hak rakyat Palestina untuk menentukan nasibnya sendiri, serta tentang pendudukan, pemukiman dan aneksasi, yang terjadi satu hari setelah pembentukan pemerintah (Israel) yang menetapkan perluasan pemukiman sebagai agenda teratasnya.” Dia menambahkan, “Kami yakin bahwa Anda akan mendukung pendapat hukum (legal opinion) Mahkamah ketika dikeluarkan, jika Anda percaya pada legitimasi internasional dan hukum internasional.” Negara-negara Arab memberikan suara mendukung resolusi dengan suara bulat (Kantor berita Ma’an dan TV Al Araby).

**** ***** ****

Permohonan pendapat hukum (legal opinion) tentang realitas pendudukan Yahudi di tanah yang diberkahi adalah pengakuan yang jelas tentang hak entitas Yahudi untuk eksis dengan menggunakan alat kolonialisme yang disebut “Mahkamah Internasional”, melalui apa yang disebut pendapat hukum (legal opinion) yang diperlukan untuk dijadikan keputusan internasional sebagai acuannya dalam penilaian, padahal keputusan internasional yang dibuat oleh penjajah Barat itu sendiri yang telah memberikan hak kepada entitas Yahudi untuk eksis di sebagian besar tanah yang diberkahi.

Menggunakan alat-alat penjajah adalah pengkhianatan dan pengabaian terhadap tanah yang diberkahi, mewujudkan keterasingan otoritas dan rezim-rezim penguasa boneka ke Barat di negara kita dari umat Islam dan budayanya. Umat Islam memiliki rujukan akidah dan syariat yang menjadikan tanah Palestina sebagai tanah Kharaj yang dimiliki oleh umat Islam dan wajib untuk membebaskannya. Umat Islam menyandarkan keputusan dan solusinya pada syariat, sehingga tidak memutuskan masalah tanah yang diberkahi dan tempat isra’-nya Nabi saw, pada resolusi internasional, serta tidak membutuhkan pendapat hukum (legal opinion) dari thaghut yang melegitimasi entitas Yahudi dan memberinya hak atas sebagian besar tanah yang diberkahi.

Permohonan otoritas dan rezim-rezim yang berkuasa di negara kita atas pendapat hukum (legal opinion) dari Mahkamah Internasional tentang masalah tanah yang diberkahi adalah pengkhianatan baru yang mengekspos otoritas dan rezim-rezim boneka Barat bahwa mereka tidak ingin membebaskan Al- Masjidil Aqsha dan Palestina, justru mereka berusaha memperkuat pilar-pilar entitas Yahudi melalui keputusan dan pengadilan internasional yang hanya menilai haknya untuk eksis, dan menjaga kepentingannya dari masalah yang diakibatkan oleh pendudukannya untuk menjamin keamanan dan stabilitasnya. Jadi, sama sekali bukan kebaikan atau keadilan bagi rakyat Palestina.

Permohonan pendapat hukum (legal opinion) dari Mahkamah Internasional tentang karakterisasi pendudukan di tanah yang diberkahi menegaskan perlunya tindakan segera untuk menyelamatkan umat dari para penguasa pengkhianat yang melayani kepentingan kolonial Barat di negara kita dan percaya pada legitimasi dan hukum mereka yang memberikan tanah yang diberkahi kepada entitas Yahudi, membagi negara-negara Muslim, menghalalkan darah mereka, dan menjarah kekayaannya.

Solusi yang benar berdasarkan syariah adalah membebasan tanah yang diberkahi dari laut hingga ke sungainya, dan itu tidak mungkin terjadi melalui keputusan pengadilan internasional dan resolusi PBB. Oleh karena itu, umat Islam harus aktif memobilisasi pasukannya dan kembali menguasi Hittin sebagaimana dulu telah dikuasai oleh sang pahlawan agung, Shalahuddin. Untuk itu, para komandan prajurit dan perwiranya yang setia, mukhlis dan berdedikasi harus berhukum pada syariah dan menumbangkan para penguasa pengkhianat, serta mengaktifkan solusi berdasarkan syariah, menolak semua keputusan thaghut dan pengadilan internasional, serta menyapu bersih keberadaan pendudukan dan penjajah dari negara-negara kaum Muslim.

﴿أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالاً بَعِيداً﴾

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.” (QS. An-Nisā’ [4] : 60). [Dr. Mus’ab Abu Arqub]

 

Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 1/1/2023.

Share artikel ini: