Pendapat Hukum LBH Pelita Umat terhadap Pelaporan Prof. Din Syamsuddin atas Tuduhan Radikal

Mediaumat.news – Menanggapi pelaporan terhadap Prof. Dr. Drs. KH Muhammad Sirajuddin Syamsuddin, M.A. atas tuduhan radikal, Ketua LBH Pelita Umat dan BHP KSHUMI Chandra Purna Irawan, S.H., M.H., memberikan pendapat hukumnya.

“Menanggapi hal tersebut di atas, saya akan memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut,” tuturnya kepada Mediaumat.news, Senin (15/02/2021).

Pertama, Chandra pernah menyampaikan legal opini beberapa tahun lalu terkait situs pelaporan aparatur sipil negara (ASN) yang berpotensi besar menimbulkan saling curiga, saling lapor antar anak bangsa. Dan dikhawatirkan tidak hanya saling curiga dan lapor, malah berpotensi saling stigma, persekusi dan tindakan fisik.

“Apabila ini terjadi, maka dikhawatirkan negara telah mensponsori kebencian antar anak bangsa. Hal ini tampaknya terbukti dengan dilaporkannya Prof. Din Syamsudin dengan tuduhan radikal,” ujarnya.

Kedua, hingga saat ini tidak ada defenisi dan batasan konkret terkait apa yang disebut radikal. Tindakan stigmatisasi terhadap seseorang atas tuduhan radikal adalah dampak narasi yang dikembangkan oleh oknum pemegang kekuasaan. Ditambah lagi dengan adanya situs pelaporan ASN, kemudian BKN (Badan Kepegawaian Negara) mengeluarkan Siaran Pers dengan nomor: 006/RILIS/BKN/V/2018 dengan judul “Enam Ujaran Kebencian Berkategori Pelanggaran Disiplin ASN”, ditambah lagi dengan berbagai surat edaran dari lembaga terkait dan selanjutnya terdapat keputusan bersama tentang penanganan radikalisme pada ASN.

Ketiga, mendorong berbagai elemen untuk tidak melakukan stigmatisasi dan tindakan persekusi terhadap seseorang dan kelompok dengan tuduhan sebagai ‘radikalisme, anti Pancasila, anti kebhinekaan, mengganggu dan mempermasalahkan Pancasila.

“Termasuk negara wajib menghentikan dan/atau tidak membiarkan dan/atau malah ikut melakukan hal serupa, apabila hal ini dilakukan maka dikhawatirkan akan terjadi persekusi di akar rumput rakyat. Apabila itu terjadi sebaliknya, maka negara dikhawatirkan dapat dinilai mensponsori kebencian terhadap sesama anak bangsa,” tandasnya.

Keempat, semestinya berbagai pihak tidak melakukan indelingsbelust yaitu mendefinisikan, pengkotak-kotakan yang semuanya dilakukan oleh dan menurut persepsi pemegang kekuasaan.

“Terkait definisi radikal apakah memiliki dasar hukum (legal standing)? Di dalam peraturan perundangan-undangan yang mana? Pasal berapa? Semestinya setiap tindakan pemerintahan itu harus ada dasar hukumnya dalam suatu peraturan perundang-undangan (wetmatigheid van het berstuur). Pejabat Pemerintahan semestinya mengedepankan dasar hukum dari sebuah keputusan dan/atau tindakan yang dibuat oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan,” ungkapnya.

Kelima, ada yang lebih penting ketimbang mengurusi radikalisme yaitu memastikan kebutuhan hidup rakyat terpenuhi. “Besok rakyat masih bisa makan apa tidak, apakah ada rakyat yang meninggal dunia karena kelaparan, memastikan apakah rakyat sudah mengenyam pendidikan sebagaimana amanah konstitusi, memastikan apakah rakyat ada yang meninggal dunia dikarenakan tidak mampu membiayai kesehatan dan lain-lain,” pungkasnya. [] Achmad Mu’it

Share artikel ini: