Pemimpin Faqih dan Pemimpin Bodoh
Oleh: Yasin Muthohar
Sayyidina Umar bin khatab pernah berkata :
تفقهوا قبل أن تسودوا
Pahamilah agama sebelum memimpin. (HR. Bukhari)
Perkataan sayyidina Umar ini menegaskan bahwa:
Pertama, memahami agama merupakan pra-syarat menjadi pemimpin. Karena itu sebelum menjadi pemimpin diharuskan mempelajari agama terlebih dahulu. Alasannya karena jika pemimpin tidak memahami agama maka akan lahir kepemimpinan orang-orang bodoh. Jika sudah muncul pemimpin bodoh, yang tidak memahami agama, maka kehancuran suatu umat sudah di depan mata.
Rasulullah SAW pernah berkata kepada sahabat beliau, Ka’ab Bin Ujroh:
اعاذك الله من إمارة السفهاء
Semoga Allah melindungimu dari kepemimpinan orang-orang yang bodoh
Ka’ab bertanya: Seperti apakah kememimpinan yang bodoh itu, ya Rasulallah ?
Rasulullah SAW bersabda :
أمراء يكونون بعدي لايهتدون بهديي ولايستنون بسنتي
Yaitu para pemimpin setelahku. Mereka tidak menggunakan petunjuk-ku dan tidak menjalankan Sunnah-ku.
Rasulullah SAW melanjutkan
فمن صدقهم بكذبهم وأعانهم على ظلمهم فليسوا مني ولست منهم ولن يردوا علي الحوض. ومن لم يصدقهم على كذبهم ولم يعنهم على ظلمهم فأولئك مني وأنا منهم وسيردون علي الحوض
Siapa saja yang membenarkan mereka atas kedustaannya dan menolong mereka atas kezalimannya, maka mereka bukan bagian dariku dan aku bukan bagian dari mereka. Mereka tidak akan datang padaku di telagaku nanti. Dan siapa saja yang tidak membenarkan mereka atas kedustaannya dan tidak menolong mereka atas kezalimannya, maka mereka bagian dariku dan aku bagian dari mereka. Mereka akan datang padaku di telagaku nanti. HR. Hakim dalam al-Mustadrok
Kedua : bahwa siapa saja yang memahami agama, dia harus berupaya untuk menjadi pemimpin. Karena jika tidak, posisi kepemimpinan akan diisi oleh orang-orang yang bodoh.
Allah mengajarkan kita untuk selalu berdoa:
واجعلنا للمتقين إماما
Dan jadikanlah kami sebagai pemimpin orang-orang yang bertaqwa.
Dunia ini hanya akan beres jika dikuasai dan diatur oleh orang-orang yang faham agama. Yaitu orang-orang yang karena pemahamannya akan selalu terikat pada syariat Allah. Mereka akan menjadikan kepemimpinan untuk berkhidmat kepada agama dan hamba-hamba Allah.
Allah berfirman :
إن الأرض يرثها عبادي الصالحون
Sungguh bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang Saleh.
Maksudnya bumi ini hanya berhak dimakmurkan oleh orang yang saleh. Hanya orang yang salehlah-lah yang layak memakmurkan bumi.
Ketika bumi dikelola oleh orang-orang yang saleh pasti bumi ini akan beres. Ketika orang-orang saleh – karena kefaqihannya- menjadi pemimpin, pasti akan menjadi kebahagiaan bagi pemimpin dan yang dipimpin.
Diriwayatkan dari Tamim Ad-Daari bahwa dimasa Umar bin Khatab orang-orang pada berlomba membuat bangunan yang tinggi. Melihat itu umar berkata :
يَا مَعْشَرَ الْعُرَيْبِ ، الْأَرْضَ الْأَرْضَ ، إِنَّهُ لَا إِسْلَامَ إِلَّا بِجَمَاعَةٍ ، وَلَا جَمَاعَةَ إِلَّا بِإِمَارَةٍ ، وَلَا إِمَارَةَ إِلَّا بِطَاعَةٍ ، فَمَنْ سَوَّدَهُ قَوْمُهُ عَلَى الْفِقْهِ ، كَانَ حَيَاةً لَهُ وَلَهُمْ ، وَمَنْ سَوَّدَهُ قَوْمُهُ عَلَى غَيْرِ فِقْهٍ ، كَانَ هَلَاكًا لَهُ وَلَهُمْ
Wahai penduduk Uraib (sebuah klan di yaman), bumi-bumi (rendahkan bangunan kamu ke bumi). Sungguh tidak sempurna Islam kecuali dengan Jam’ah, Tidak akan ada Jam’ah tanpa adanya kepemimpinan, Tidak ada kepemimpinan tanpa ketaatan. Siapa saja yang diangkat menjadi pemimpin oleh kaumnya atas dasar kefaqihannya (pemahaman dalam agama), maka pasti hal itu akan menjadi kehidupan bagi dirinya dan bagi mereka. Sebaliknya siapa saja yang diangkat menjadi pemimpin bukan atas dasar kefaqihannya ,pasti hal itu akan menjadi kebinasaan bagi dirinya dan bagi mereka. (Sunan Ad-Darimi)
Jadi jelaslah bagi kita, jika hari ini kepemimpinan yang ada tidak bias membahagiakan rakyat, salah satu penyebabnya adalah kebodohan yang melekat pada diri para pemimpin. Kebodohan yang dimaksud adalah jauhnya mereka dari agama. Beragama hanya sekedar formalitas atau saat ada keinginan mendapatkan dukungan saja.
Kebodohan yang melekat pada pemimpin berdasarkan hadits riwayat imam hakim di atas akan melahirkan dua perkara yang membahayakan rakyat.
Pertama, Kedustaan. Maksudnya pemimpin yang tidak faqih akan gemar berdusta. Membohongi rakyat dengan janji-janjinya. Dusta adalah karakternya. Tiada hari tanpa berdusta menjadi ciri khasnya. Ketika dusta sudah menjadi keseharian para pemimpin, maka yang mereka lakukan bukan berkhidmat kepada rakyat, melainkan menipu rakyat. Politiknya bukan politik pelayanan melainkan politik pencitraan.
Kedua, Kezaliman. Maksudnya pemimpin yang tidak faqih akan melahirkan kebijakan-kebijakan yang zalim. Kebijakan yang menyulitkan dan menyengsarakan rakyat. Pemimpin yang jauh dari agama akan menjadin pemimpin yang jahat. Pemimpin yang otoriter, berbuat semena-mena terhadap rakyat. Pemimpin seperti ini akan selalu curiga terhadap rakyat yang mengkritik dan menasehatinya. Akhirnya pintu nasehat dan kritik ditutupnya. Karena dalam pandangan mereka, kritik dan nasihat adalah kejahatan.
Semoga kita dilindungi oleh Allah dari kepemimpinan orang-orang yang bodoh. Kita segera diberikan pemimpin yang faqih yang akan menjalankan syariat Allah dalam kehidupan. Kepemimpinan yang dijanjikan oleh Allah dan rasul-Nya. Khilafah ‘Alaa Minhajin Nubuwwah.[]