Mediaumat.id – Terhadap arogansi pemerintah dalam upaya mendesak pengosongan lahan di Pulau Rempang, Pemerhati Politik Faisal Syarifudin Sallatalohy menyeru masyarakat untuk senantiasa bertahan serta menguatkan perlawanan.
“Terus pertahankan, makin kuatkan perlawanan terhadap pemerintahan ‘babu asing’,” serunya, dalam sebuah tulisan di akun Facebook pribadinya Faisal Lohy, Ahad (18/9/2023).
Dengan kata lain, perjuangan masyarakat tidak boleh lemah terutama warga adat Melayu Islam Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Sebab, menurutnya, tanah itu adalah hak dan milik mereka.
Untuk dipahami, kata Faisal lebih lanjut, semakin lama proses pengosongan lahan karena rakyat melawan, bakal menjadi pertimbangan bagi perusahaan Xinyi Group untuk mencabut atau membatalkan pembangunan proyek yang bakal menggusur 16 kampung adat di sana.
“Seluruh masyarakat Indonesia harus bersatu melawan penjajahan dan perampasan lahan hidup masyarakat Pulau Rempang yang diinisiasi oleh pemerintah Indonesia,” tandasnya kembali.
Rumit Bagi Rezim
Untuk diketahui, hari makin mendekati tanggal 28 September 2023. Artinya, pemerintah hanya punya waktu kurang dari 2 pekan untuk memaksa warga mengosongkan lahan Pulau Rempang.
Sementara, telah terjadi kesepakatan antara Xinyi Group Cina dan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia yang menetapkan batas waktu penyerahan lahan Pulau Rempang secara sangat jelas (clean and clear) 30 hari, sejak penandatanganan nota kesepahaman (MoU) pada 28 Juli 2023.
Namun kenyataan menunjukkan, suatu hal rumit bagi rezim memenuhi tenggat waktu yang didesak perusahaan produsen kaca, yang digadang-gadang akan menjadi pabrik kaca dan solar panel terbesar setelah Cina.
Namun belakangan, pengembangan kawasan Rempang Eco City ricuh. Bahkan telah pecah bentrokan antara warga yang menolak tanahnya dibebaskan untuk proyek pembangunan proyek tersebut, dan aparat gabungan TNI-Polri pada Kamis (7/9) lalu, saat pengukuran lahan oleh BP Batam.
Menurt Faisal, pihak Xinyi Group sangat sensitif dengan kerasnya perlawanan warga terdampak. Ditambah perlawanan dimaksud berkembang menjadi isu ras dan agama (Melayu-Islam) sehingga perlawanan rakyat diperkirakan akan sulit mereda.
Rezim Jongos
Tak ayal, pemerintahan Jokowi pun dipandang bertindak layaknya pembantu yang Faisal sebut dengan istilah ‘jongos/babu’ dadakan.
“Pemerintah bertindak layaknya jongos-babu yang secara dadakan, grasah-grusuh menabrak semua ketentuan demi mempercepat perampasan lahan warga untuk diserahkan ke Xinyi Group,” tandasnya.
Menurut Faisal, melihat besarnya komitmen investasi senilai Rp170 triliun selama 5 tahun dan akan berkembang menjadi Rp381 triliun untuk keseluruhan proyek, wajar apabila pemerintah begitu ngotot melakukan pengosongan lahan dan relokasi dalam waktu singkat, hanya 30 hari.
Ditambah saat ini, Xinyi Group tengah mempertimbangkan permintaan investasi sejumlah negara tetangga. Salah satu yang paling getol adalah Malaysia.
“Kenyataan ini direspons Group Xinyi Cina dengan sinyal, ancaman mencabut kesediaan investasi di Pulau Rempang, Galang dan akan mengalihkan investasinya ke wilayah Johor, Malaysia,” terang Faisal.
Karenanya, sikap arogan rezim atas masyarakat Rempang termasuk ketidakwarasan. “(Sikap rezim) menunjukan ketidakwarasan pemerintah. Kemurnian akalnya benar-benar tertutup lembaran uang kertas,” pungkasnya.[] Zainul Krian