Pembunuhan Makin Mengerikan, Indikator Ambruknya Nilai Kemanusiaan
Mediaumat.id – Tindak kriminalitas kekerasan dan pembunuhan yang semakin mengerikan di negeri ini adalah indikator ambruknya nilai-nilai kemanusiaan di tanah air. “Namun apa pun itu adalah indikator ambruknya nilai-nilai kemanusiaan di tanah air,” ujar Direktur Siyasah Institute Iwan Januar kepada Mediaumat.id, Jumat (21/7/2023).
Iwan mengungkapkan, kekerasan dan pembunuhan di tanah air alami eskalasi baik kuantitas maupun kualitasnya. Mengutip catatan Polri, Iwan menyebut, secara kuantitas sepanjang empat tahun terakhir ada tiga ribu kasus pembunuhan yang terjadi. Dan paling memprihatinkan adalah bentuk kekerasan itu yang semakin mengerikan, seperti dimutilasi, atau sampai korban mengalami luka parah, atau diperkosa setelah meninggal.
Iwan melihat banyak faktor penyebabnya. Di antaranya pelaku depresi atau tertekan sehingga membunuh korban secara sadis. Misalnya, karena ditagih utang atau tidak terima diceraikan oleh pasangan, bisa juga karena dendam dan posesif akibat dihina atau tak terima mantan pasangannya menikah dengan orang lain. Selain itu ada juga karena gangguan mental akibat depresi dan tekanan hidup menahun seperti dalam kasus serial Killer yang melibatkan psikopat.
“Dalam beberapa kasus mutilasi atau membakar jasad korban juga dilakukan untuk menghilangkan jejak,” ucapnya.
Dan yang menarik untuk diperhatikan, Iwan mengatakan, kekerasan yang dilakukan pasangan sejenis atau gay seringkali lebih sadis. Sudah beberapa kali kasus pembunuhan karena motif hubungan sejenis ini terjadi dan umumnya sadistis.
Iwan mencontohkan kasus Robot Gedeg, Ryan Jombang, atau yang terbaru di Makassar dan di Yogyakarta. Hal ini terjadi karena secara psikologis kaum gay itu overprotected pada pasangannya atau lebih cemburuan, sehingga bisa berlaku kasar bahkan kejam pada pasangannya.
“Ini tambahan penyakit kaum gay yang harusnya buat masyarakat makin menolak kehadiran kaum LGBT,” tutur Iwan.
Iwan prihatin, bangsa yang dulu bangga dengan keramahtamahan sudah berubah jadi bangsa yang beringas, mudah marah, dan kejam. Ini terjadi karena tidak jelasnya nilai-nilai kemanusiaan yang dicabut serta masuknya berbagai konten-konten sadistis lewat film, bacaan, atau video games.
Di sisi lain, kata Iwan, tidak ada sanksi keras yang membuat kejahatan kekerasan dan pembunuhan ini mempunyai efek jera, atau tercegah alias preventif. Sanksi yang ada terlalu lunak, ringan, dan seringkali membuat pelaku yang sudah dipenjara justru menjadi residivis yang lebih sadis.
Terakhir, Iwan menegaskan, bahwa negeri ini butuh syariat Islam untuk menjaga nilai-nilai kemanusiaan tersebut, karena hanya syariat Islam yang punya aturan jelas untuk melindungi darah dan kehidupan. Ia menilai, sanksi qisas itu keras tapi efektif mencegah tindak kekerasan dan pembunuhan, sehingga melindungi nyawa manusia.
“Selain syariat Islam terbukti gagal. Negara-negara seperti AS atau Eropa sarat dengan kekerasan, banyak psikopat, juga brutal di medan perang. Rakyat Irak dan Afganistan bukti kekerasan dan kebrutalan negara-negara Barat,” pungkas Iwan.[] Agung Sumartono