Pembebasan Hakiki: Muslimah Kaum Mulia, Bukan Kaum Marjinal!

Oleh: Endah Sulistiowati (Dir. Muslimah Voice)

Pembubaran organisasi Islam HTI, pembubaran pengajian, kriminalisasi ulama, propaganda gelap seputar bendera tauhid dan ajaran Islam Khilafah menjadi isu utama umat Islam di tahun-tahun ini. Suara protes diarahkan publik menunjuk hidung penguasa sebagai biang keresahan dan kritis. Masyarakat arus bawah mengutuk sikap dan tindakan Negara yang secara implisit justru berpotensi mendorong terjadinya disharmoni sosial di tengah masyarakat. Padahal negara seharusnya hadir sebagai pelindung, pengayom dan penjaga harmoni sosial masyarakat dan menindak oknum Ormas yang telah secara lancang mengambil alih peran Negara.

Padahal dakwah-lah sesungguhnya jalan terbaik yang akan menyelamatkan negeri ini, bahwa tindakan pembubaran atau penghalangan dakwah Islam berupa kajian, tabligh akbar, diskusi Islam atau dalam bentuk lainnya, yang akhir-akhir ini marak dilakukan oknum tertentu telah mencederai harmoni sosial yang selama ini telah terjalin dengan baik. Masyarakat hendaknya menjaga dari provokasi yang dilakukan agar memecah belah kesatuan umat.

Persoalan umat kian rumit saat dicekam dengan naiknya biaya hidup. Sementara pemerintah dianggap gagal. Gagalnya kebijakan ekonomi Indonesia telah mendorong jutaan rakyatnya pada belenggu kemiskinan dan menciptakan pengangguran massal kaum lelaki, dan akhirnya memaksa banyak perempuan mencari pekerjaan ke luar negeri untuk bertahan hidup dan melempangkan jalan bagi eksploitasi ekonomi dan penganiayaan. 1 dari 54 perempuan Indonesia harus bekerja di luar negeri untuk membantu keuangan keluarga, meninggalkan anak-anak mereka, dan menyebabkan mereka harus mengkompromikan peran penting mereka sebagai ibu dan pemelihara generasi masa depan.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia dianggap membaik, namun sebagian pengamat menyatakan Indonesia telah gagal mengatasi persoalan kemiskinan ekstrim dalam masyarakatnya, memberikan bukti yang tidak terbantahkan sesatnya dasar dan klaim Kapitalisme, bahwa “pertumbuhan ekonomi adalah sarana utama meningkatkan kesejahteraan masyarakat”. Alih-alih menghasilkan kesejahteraan bagi masyarakat dan meningkatkan standar hidup mereka, sistem ekonomi Kapitalis yang diadopsi Indonesia dalam realitanya justru memperlebar kesenjangan sosial dan memperburuk tingkat kemiskinan. Sistem kapitalis telah berkali-kali terbukti hanya memusatkan kekayaan pada tangan segentir orang dan memiskinankan rakyat secara massal.

Sistem Kapitalis yang diterapkan di Barat, di Indonesia, Malaysia dan dunia Muslim lainnya memandang segala sesuatu hanya sebagai masalah permintaan dan penawaran, dan bagaimana memperoleh keuntungan sebagai tujuan utama masyarakat. Pandangan ini telah mendehumanisasikan baik perempuan maupun laki-laki menjadi tidak lebih dari sekedar komoditas ekonomi yang membawa keuntungan finansial untuk negara mereka – yang bisa digunakan dan dilecehkan sekehendak negaranya- tanpa mempedulikan dampak fisik dan mental yang berbahaya pada individu dan konsekuensi sosial yang merugikan terhadap unit keluarga dan masyarakat secara keseluruhan.

Inilah hakikat kapitalisme, ideologi yang secara konsisten menempatkan keuntungan materi di atas kepentingan rakyat, dan masalah keuangan di atas kepentingan keluarga. Selain itu, tingginya remitansi dari tenaga kerja wanita adalah bukan tanda keberhasilan pemerintah melainkan justru tanda kegagalan negara yang tidak mampu menyediakan kesejahteraan bagi perempuan, juga tidak mampu memberantas kemiskinan pada masyarakatnya.

Seluruh rakyat, tak terkecuali segmen muslimah merasakan efek buruk penerapan kapitalisme. Namun umat Islam punya solusi. Sistem Islam tidak memandang perempuan sebagai komoditi ekonomi, melainkan sebagai manusia yang harus dilindungi dan selalu difasilitasi secara finansial oleh kerabat laki-laki mereka ataupun oleh negara sehingga mereka bisa memenuhi peran vital mereka sebagai istri dan ibu, sementara di saat yang sama Islam juga mengijinkan perempuan untuk mencari pekerjaan jika mereka menginginkannya.

Namun perempuan harus berada dalam kondisi terbebas dari tekanan ekonomi dan sosial dalam bekerja, sehingga tanggung jawab rumah mereka tidak terganggu. Kaum perempuan juga harus terbebas dari kondisi yang menindas mereka berperan ganda sebagai pencari nafkah sekaligus pengurus rumah tangga untuk keluarga mereka.

Masalah kian menumpuk, saat jutaan buruh migran perempuan Indonesia sebagaimana jutaan perempuan lainnya yang juga menghadapi eksploitasi ekonomi di seluruh dunia Islam hari ini, akan memiliki kisah yang sama sekali berbeda di bawah naungan sistem Khilafah yang sangat kredibel dan telah teruji dalam waktu yang lama dalam menangani kemiskinan sekaligus tetap menjaga kehormatan perempuan.

Inilah negara yang menerapkan sistem ekonomi yang sehat yang menolak model keuangan cacat Kapitalis yang berbasis bunga, melarang penimbunan kekayaan atau privatisasi sumberdaya alam dan melarang asing berinvestasi besar dalam pembangunan infrastruktur, pertanian, industri dan teknologi. Pondasi kebijakannya diarahkan untuk mengupayakan distribusi kekayaan yang efektif dalam menjamin kebutuhan pokok semua warga negaranya, di saat yang sama juga meletakkan produktivitas ekonomi yang sehat untuk mangatasi pengangguran massal dan memungkinkan individu untuk mendapat kemewahan. Hal ini akan memungkinkan kaum laki-laki memenuhi kewajibannya untuk menafkahi keluargnya, sedangkan di saat yang sama negara diwajibkan untuk menafkahi kaum perempuan yatim yang tidak lagi memiliki kerabat laki-laki yang menafkahi mereka.

Saatnya muslimah dan seluruh kaum muslimin untuk bergabung dalam perjuangan yang mulia, perjuangan penerapan syariah Islam, yang menjanjikan imbalan yang besar dari Allah Swt, Sang Pencipta, dan yang akan mentransformasikan kaum perempuan dari sekedar komoditi ekonomi menjadi manusia bermartabat, terhormat dan terlindungi, dimana di dalam Islam seorang perempuan akan mendapatkan itu semua tanpa berkurang sedikitpun.[]

Share artikel ini: