Mediaumat.id – Pemberian sanksi surat peringatan pertama (SP 1) kepada seorang karyawan dengan jabatan floor di bagian captain waiters yang dijatuhkan Restoran Mamma Rosy Indonesia karena menyajikan daging babi ke pelanggan Muslim yang pesan daging sapi dinilai tidak cukup.
“Apakah cukup hanya sekadar diberi SP1? Tentu saja enggak cukup ya. Saya kira itu merupakan satu bentuk pelanggaran serius,” tutur Direktur Pusat Analisis Kebijakan Strategis (PAKTA) Dr. Erwin Permana kepada Mediaumat.id, Selasa (13/6/2023)
Ia heran, bagaimana mungkin seorang pelayan memberikan sajian makanan tidak sesuai dengan pesanan. Menurutnya, bukan hanya tidak sesuai, namun ini juga melanggar larangan agama. “Ini jelas satu bentuk pelanggaran yang serius. Dan ketika dikomplain justru memberikan respon yang terkesan judes,” ujarnya.
Menurutnya, karyawan seperti itu harus diberhentikan. “Harus diberhentikan karyawan ini. Ini sama saja dengan pelecehan kan!? Jadi ini nggak cukup cuma SP 1,” tegasnya.
Terlepas dari itu, Erwin juga menyayangkan seorang Muslim yang mendatangi resto yang nyata-nyata menjual menu babi. “Banyak kok pedagang-pedagang yang menggunakan bahan halal, minyaknya halal, enggak ada kemungkinan terkandung misalnya bahan makanan yang haram seperti babi gitu. Ngapain juga ke sana?” tanyanya heran.
Pelajaran
Ia mengingatkan peristiwa ini menjadi pelajaran bagi yang lain, kalau beli itu yang jelas-jelas halalnya saja. “Karena dalam Islam soal makanan itu soal prinsip. Makanlah makanan yang halal lagi thayyib. Itu perintah. Jangan makan makanan yang syubhat! Jangan makan makanan yang enggak jelas status kehalalannya. Itu nanti dipertanggungjawabkan nanti di akhirat,” pesannya.
Menurutnya, ini bukan soal enak enggak enak, gengsi enggak gengsi. “Makan dan minum kita ini soal surga dan neraka kita,” imbuhnya.
Menurutnya, ini ke depan bagi konsumen untuk lebih berhati-hati memilih resto. Ada restoran yang jelas-jelas halal. “Indonesia ini enak kok, kita enggak seperti di negeri-negeri Barat yang kesulitan mencari resto. Kalau di negeri-negeri Barat itu kasihan saudara-saudara kita. Untuk makan aja mereka jauh sekali cari makan makanan yang halal, restoran yang halal. Kita di Indonesia enak, kok cawe-cawe ke sana, restoran non-Muslim yang itu mengandung risiko makanan yang diharamkan oleh agama. Itu enggak bagus,” ungkapnya.
Erwin menilai negara tidak boleh diam diri dan berpangku tangan. Negara harus memberikan regulasi yang berkaitan dengan makanan halal dan haram itu diatur dengan baik konsumennya, pengelolaannya, manajemennya, bawa makanan nonhalal itu untuk konsumen non-Muslim.
“Harusnya ini sudah cukup dipahami oleh masyarakat dan tinggal diterapkan saja regulasi. Kalau misalnya ada lagi pelayanan yang seperti itu terulang, maka harus ada ketentuan regulasi dan sanksi yang tegas terhadap pelayannya ataupun pemilik restonya misalnya. Supaya kita tertib. Enggak terjadi kekisruhan-kekisruhan semacam ini lagi,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it