Pelajar Tolak Omnibus Law UU Ciptaker, Aktivis ’98: Patut Diapresiasi

Mediaumat.news- Menanggapi Federasi Pelajar Indonesia (Fijar) yang ikut turun ke jalan bersama elemen buruh dan mahasiswa untuk menggelar aksi menolak Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja (Ciptaker), Aktivis ’98 Agung Wisnuwardana menilai hal ini patut diapresiasi.

“Kita senang sekali bahwa protes terkait UU Ciptaker Nomor 11 Tahun 2020 Omnibus Law ini tidak anti klimaks. Semoga, terus protes muncul dan tidak anti klimaks. Alhamdulillah, kalangan pelajar pun ikut berdemo sekarang dengan atas nama Federasi Pelajar Indonesia. Ini patut diapresiasi bukan malah kemudian seperti dikatakan rezim ‘Wong gak ngerti apa-apa kok ikut demo’,” tuturnya kepada Mediaumat.news, Selasa (17/11/2020).

Menurutnya, pelajar juga punya pikiran dan simpati terhadap keresahan kalangan buruh terkait dengan UU ini. Para pelajar dan mahasiswa juga sejak lama berperan dalam menentang berbagai penjajahan yang ada di negeri ini.

“Mulai sejak munculnya Tentara Pelajar, KAPI (Komite Aksi Pelajar Indonesia), hingga KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia). Ini menunjukkan bahwa pelajar dan mahasiswa itu terbiasa menanggapi kebijakan-kebijakan rezim, termasuk penjajahan yang ada di negeri ini,” ujarnya.

Ia menilai keikutsertaan pelajar dalam menolak UU Ciptaker ini tidak perlu dinyinyirin. Menurutnya, justru itu sesuatu yang bagus. “Jadi, pelajar ikut berdemo itu malah bagus dan kita tahu pelajar SMP, SMA itu kemungkinan yang akan terkena dampak besar adanya UU ini. Karena pelajar SMA sebentar lagi lulus. Mereka mencari kerja atau kuliah. Bagi yang mencari kerja, jika lapangan pekerjaannya itu diberikan dengan upah buruh yang murah, kan tidak berfungsi juga untuk kesejahteraan mereka,” jelasnya.

Bahaya UU Ciptaker

Agung menilai UU Ciptaker ini sangat parah dan sangat berbahaya. “Yang jelas UU ini sudah parah banget dan sangat berbahaya. UU ini sangat berbahaya. Setidaknya poinnya ada dua,” ujarnya.

Pertama, UU ini berbahaya akan merusak lingkungan. Menurutnya, lingkungan itu adalah faktor penting untuk keberlanjutan. Kalau kita mau berbicara, apakah aset negeri ini bisa dimanfaatkan oleh generasi yang akan datang? Tentunya, keberlanjutan itu menjadi unsur penting. “Jadi, wajar ketika generasi pemuda, pelajar, mahasiswa ikut berdemo protes karena itu terkait dengan keberlanjutan masa depan mereka,” terangnya.

Ia melihat UU ini berpotensi merusak lingkungan. Misalnya terkait dengan direduksinya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yakni barier-barier lingkungan yang selama ini membatasi itu ditabrak dengan ungkapan berbasis resiko. “Pertanyaannya mana yang disebut resiko besar atau kecil? Itu kriterianya diatur melalui Peraturan Pemerintah. Tambah panjang lagi tentunya,” ujarnya.

Lebih lanjut, tentang perlindungan lingkungan hidup, Agung menuturkan banyak yang merasa deg-degan karena aturan-aturan terkait dengan Amdal itu direduksi pada banyak hal. “Misalnya terkait dengan masyarakat terdampak. Terus ditambahi dengan masyarakat terdampak langsung. Apa itu terdampak langsung?” tanyanya.

Menurutnya, namanya resiko lingkungan itu bisa sistemik. Misalnya, ada eksploitasi untuk SDA yakni mineral batubara. “Apakah hanya mereka yang ada di sekitar wilayah tambang yang akan bermasalah? Bisa jadi jauh dari lokasi tambang. Sistemik itu sifatnya bisa menjadi masalah buat semua. Di sinilah perlu KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) yaitu diperlukan sebagai guidance, apakah ini sistemik atau tidak?” ungkapnya.

Lebih lanjut, terkait dengan hilirisasi industri kotor yaitu terkait dengan batubara. Ia mengatakan bahwa royalti untuk hilirisasi batubara, nilai royaltinya 0%. “Coba bayangkan, dengan tidak memberikan royalti akan menyebabkan gasifikasi batubara dan PLTU bisa berkembang di negeri ini. Ini kan juga berbahaya untuk lingkungan. Di samping itu juga tidak memberikan pendapatan apa pun buat negara. Lah, royaltinya 0%, gimana lagi coba? Itu bahaya untuk lingkungan,” bebernya.

Kedua, Ia menilai UU Ciptaker ini menyebabkan upah buruh murah. Aturan-aturan terkait dengan perburuhan direduksi semua. “Intinya, hak-hak buruh dikurangi dan ini memang filosofi dari UU Ciptaker ini. Adanya UU ini berupaya agar investasi masuk. Nah, supaya investasi masuk, aturan tentang lingkungan direduksi dan upah buruh dibikin murah. Itu logika yang diambil dan ini semua cara pandang kapitalisme dan liberalisme. Itu yang sangat berbahaya,” ujarnya.

Menurutnya, pemimpin negeri ini menggunakan kacamata kuda dan seolah-olah tidak ada pilihan lain. Ini yang sangat disayangkan. “Padahal ada pilihan lain yaitu syariat Islam. Inilah yang harus didengungkan. Dan saya pikir ke depan semangat untuk merealisasikan syariat Islam itu harus dikuatkan demi rahmatan lil alamin yakni kesejahteraan bersama baik Muslim maupun non Muslim,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Share artikel ini: